Sabtu, 05 Mei 2012

HADIS SHAHIH

·         Hadits shahih
Kata shahih menurut pengertian bahasa berasal dari kata shahha, sah, sehat, selamat dan benar. Secara terminologi yang dimaksud hadits shahih ialah sebagaimana yang didefinisikan oleh Abu Amr Ash-shalah, ialah :

“hadits shahih ialah hadits musnad yang sanadnya muttashil. Melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit (pula) hingga sampai  akhirnya tidak dyadz dan tidak mu’allal”. (Al-khathib, 1975 : 304)
              Imam Nawawi mendefinisikan sebagai berikut :

“hadits shahih ialah hadits yang muttashil sanadnya, melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit serta selamat dari syad dan illat”.
            Menurut definisi lain ialah :

“hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh perawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber’illah dan tidak jangga (syadz).

            Dari beberapa definisi hadits shahih, sebagaimana telah disebutkan oleh ulama-ulama diatas, dapat diketahui bahwa hadits shahih itu harus memenuhi 5 syarat yaitu :
·         Diriwayatkan oleh perawi yang adil
Yang dimaksud adil ialah orang yang lurus Agamanya, baik budi pekertinya dan bebas dari kefasikan, serta hal-hal yang menjatuhkan perawinya.
·         Kedhabitan para perawinya harus sempurna.
Yang dimaksud dengan dhabit ialah oranng yang benar-benar sadar ketika menerima hadits, faham ketika mendengarnya, menghafalnya sejak menerima hingga meriwayatkannya.
·         Antara sanad yang satu dengan yang lain saling berhubungan.
·         Matannya tidak syadz, yaitu penyimpangan oleh perawi tsiqat terhadap orang yang lebih kuat darinya, tentang apa yang diriwayatkannya.
·         Tidak mengandung cacat atau illad. Maksudnya ialah yang meriwayatkan terhindar dari illat yang mencacatkannya.
Para ulama ahli hadits mengklasifikasikan hadits shahih kepada dua bagian, yaitu:
·         Shahih lighairihi yakni hadits yang keshaahihannya diperkuat oleh adanya penjelasan lain. Hadits kategori ini pada awalnya memiliki kelemahan dalam  hal kedhabitan perawinya. Dengan dikemukakan penjelasan lain, matan atau sanad yang bisa memperkuat keterangan kandungan matannya. Hadis ini derajadnya naik setingkat lebih tinggi hingga menjadi hadis sahih lighairihi
Contoh:


Artinya: konon nabi SAW seekor kuda, diletakkan dikandang kami yang diberi nama Al-luahaif.

            Hadis ini diriwatkan oleh bakhari dari uaibibin al-abbas bin sahal dari ayahnya (abbas) dari neneknya(sahal) ubai bin  al-abbas oleh ahmad ibnu main dann an-nasa’i dan dianggap rawi yang kurang sempurna hapalannya tapi karena hadis ubai itu memiliki mutabi yang diriwatkan oleh abdil muhaimin, maka naiklah derajad hadis inn dari hadis hasan li-dzatihi menjadi hadis sahih lighairihi.
            Sedangkan yang dimasud dengan hadis sahih lidzatihi ialah: hadis sahih dengan sendirinya, yaitu hadis yang memiliki lima syarat sebagaimana yang dijelaskan pada persyratan hadis sahih di atas.

HADIS HASAN
Mengenai definisi hadis hasan terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama muhhadisin . namun demikiann, mayoritas ulama muhadisin memberikan ta’rif sebagai berikut:



“hadis yang riwatkan oleh perawi yang adil kurang kuat hapalannya bersambung sanadnya tidak mengandung illat dann tida syadz.
Berdasrkan definisi yang disebutkan di atas  bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadis yang diikategorikan sebagai hadis hasan adalah:

·         Para perawinya adil
·         Kedhabitan perawinya di bawah perawi hadis sahih
·         Sanad-sanadnya bersambung
·         Tidak terdapat syadz
·         Tidak mengandung ‘illat.
Kemudian para ahli hadis mengklasifikasikan hadis hasan menjadi dua bagian yaitu;
·         Hadis hasan li- ghairihi
·         Hadis hasan li-dzati
Hadis hasan li-ghairijhi adalah: hadis hasan bukan dengan sendirinya. Maksudnya hadis yang menduduki kualitas hasan karena bantuan oleh penjelasan lain,  baik karena adanya syahid maupun mutabi.
Hadis li-dzatihi adalah: hadis hasan dengan sendirinya, yakni hadis hasan yang terlah memenuhi persyaratan hadis hasan yang lima.
Menurut para ulama ahli hadis, bahwa hadis hasan baik itu hasan li-ghairihi maupun li-dzatihi dapart dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu kepastian hukum yang haruis diamalkan. Tetapi para ulama ahli hais berbeda sudut pandang tentang penetapan “rutbah(urutan) hal ini disebabkan kualitas masing-masing.eprti pada hadis lainnya, hadis hasan juga terdsapat tingkatan silsila sanad. Tinggi rendahnya martabat hadis hasan, terletak pada tinggi rendahnyakedhabitan dan keadilan para perawinya. Hadis hasan yang paling tinggi martabatnya ialah yang bersanad ”ahsanu’asanid”. Kemudian hadis hasan li-ghairihi.

SYARAT-SYARAT HADIST SHAHI:
Hadis shahih haruslah memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
·         Sanadnya bersambung yaitu para rawi hadis yang meriwayatkan matan hadis tanpa ada satu sanad rawipunyang terputus pada bagian manapun atau pada tempat manapun
·         Rawi yang adil yaitu seorang muslim yang baligh, berakal sehat dan lurus agamanya baik akhlaknya, selamat dari perbuatan orang yang fasik.
·         Sempurna ingatanya/ kuat hafalannya (dhabith), hafalan diluar kepala sehingga dia dapat mengetahui bila terjadi perubahan atau penggantian terhadap kata-kata dalam hadis yang ia bawakan.
·         Selamat dari kejanggalan. Terhindar dari perbedaandengan hadis-hadis lain yang kuat yang dapat diterima.
·         Tidak cacat (ber’illat) yaitu adanya cacat dalam matan hadis yang dapat diketahu7i oleh para ahli kritik hadis.

KEHUJAHAN HADIS SHAHI DAN HADIS HASAN
Para ulama sependapat bahwa seluruh hadis shahih li-dzatih maupun shahih li-ghairihi dengan dijadikan hujjah. Mereka juga sependapat bahwa hadis hasan, baik hasan li-dzatihui maupun hasan li-ghairirhi, dapat dijadikan hujjah. Hanya saja mereka berbeda pandangan dalam soal penempatan rudbah, yang disebabkan oleh kualitasnya masing-masing. Ada ulama membedakan kualitas kehujjahan, antara shahih li-dzatihi dan shahih li-ghairihi dan hasan li-dzaliti dan hasan li-ghairirhi, maupun hadis shahi dan hasan itu sendiri. Namun ada juga ulama yang mencoba memasukan hadis dalam suatui kelompok tanpa membedakan kualitas antara satu dengan yang lainnya, yakni dalam kelompok hadis shahih. Pendapat ini antara lain dianut oleh Al-Hakim, Ibnu hibban, dan Ibnu Huzaimah.
      Para ulama yang berusaha membedakan kehujjahan hadis berdasarkan perbedaan kualitas, sebagaimana dianut oleh kelompok pertama, mereka lebih jauh membe3dakan rutbah hadis-hadis tersebut berdasarkan kualitas  para perawintya, yaitu sbb :
·         Pada urutan pertama, mereka menempatkan hadis-hadis riwayat mutafai alaih (hadis yang disepakati oleh bukhari dan muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar