Selasa, 29 April 2014

PSIKOLOGI - ARTIKEL Sakit Jiwa Tak Selalu Terkait dengan Kejahatan



Banyak orang mengaitkan perilaku kejahatan atau kekerasan dengan gangguan jiwa. Tapi melalui studi tentang kejahatan yang dilakukan orang dengan gangguan mental, ternyata hanya 7.5 persen yang langsung terkait dengan gejala sakit jiwa.

Para peneliti menganalisis 429 kejahatan yang dilakukan 143 tersangka, dengan tiga jenis penyakit jiwa berbeda.

Mereka menemukan, dari keseluruhan tersangka, tiga persennya terkait dengan depresi besar, empat persen terkait schizoprenia, dan 10% mengacu pada penyakit bipolar.

“Saat kami mendengar tentang kejahatan yang dilakukan penderita sakit jiwa, hal tersebut menjadi berita besar dan masyarakat selalu mengaitkan hal tersebut, berulang-ulang.” Ujar pimpinan penelitian, Jillian Peterson, PhD.

“Mayoritas orang yang menderita sakit jiwa tidak bersifat kasar, tidak kriminal, dan berbahaya.”

Penelitian ini dilakukan bersama mantan terdakwa dari pengadilan jiwa di Minneapolis. Studi ini, yang juga dipublikasikan dalam jurnal APA, Law and Human Behavior, merupakan penelitian yang pertama kali menganalisis hubungan antara kejahatan dengan penyakit jiwa.

Studi ini tidak menemukan pola yang menghubungkan perilaku kriminal, dengan gangguan jiwa.

Hanya 2/3 dari tersangka yang melakukan kejahatan karena mengalami sakit jiwa, juga melakukan kejahatan dengan alasan yang berbeda, seperti kemiskinan dan pengangguran.

Peterson mempertanyakan, “apakah ada sekumpulan kecil orang dengan penyakit jiwa, melakukan kejahatan berulang-ulang, karena penyakitnya itu?”

Penelitian ini nantinya akan menjadi acuan untuk mengurangi residivis untuk para tersangka dengan penyakit kejiwaan.

Mereka akan diberi terapi kognitif, manajemen amarah, dan isu tingkah laku lainnya. Program ini sangat penting untuk mencegah para penderita setelah penahanan. 

Orang Mudah Bergosip dan Berbohong pada Siang Hari



 
Pagi adalah awal yang baru dan membawa perasaan optimistis pada diri kita. Belum ada urusan yang mengganggu kita pada pagi hari. Kita pun keluar rumah dengan penuh harapan dan bisa mencapai banyak target.

Kemudian pagi berganti siang. Tetapi, sejauh ini Anda belum bisa melakukan apa yang sudah direncanakan. Mood mulai berantakan dan kita jadi mudah marah. Rasa lelah pada siang hari juga membuat kita jadi kehilangan semangat dan ingin bersantai.

Sebuah studi mengenai psikologi bahkan menyebutkan, pada siang hari orang-orang cenderung lebih pemalas, gampang berbohong, dan senang bergosip.

"Sejak kita bangun pada pagi hari, rutinitas sehari-hari membutuhkan pengendalian diri. Sejak pagi kita sudah harus membuat keputusan; sarapan dengan menu apa, pergi naik apa, termasuk harus memikirkan kata-kata yang tepat kepada orang lain. Setiap orang mengatur dan mengendalikan keinginan mereka," kata Maryan Kouchaki dan Isaac Smith, peneliti bidang psikologi dari Universitas Harvard.

Ia menjelaskan, kesibukan harian yang padat sejak pagi bisa mengikis kemampuan seseorang untuk bersikap sesuai norma. "Dengan kata lain, seseorang lebih gampang untuk bersikap sopan dan baik, serta menahan godaan pada pagi hari dibanding pada waktu lain," katanya.

Penelitian juga menunjukkan, kemampuan mengendalikan diri cenderung berkurang pada siang hari. Selain itu, pada siang hari seseorang juga lebih mungkin untuk berbohong atau bergosip. 

Menyadari "kelemahan" manusia ini, tentu kita belajar untuk mengorganisasi kesibukan kita. Tugas-tugas yang sulit dan membutuhkan konsentrasi penuh sebaiknya diselesaikan pada pagi hari. Sementara tugas yang tidak terlalu sulit bisa dilakukan pada siang atau sore hari.

Minggu, 22 Desember 2013

tokoh psikologi sosial


 Teori Psikolologi Sosial


Manusia, bukan hanya memiliki bentuk yang unik dari beberapa makhluk yang ada dibumi, tetapi lebih dari itu menyimpan sejuta makna dan rahasia yang membangkitkan rasa penasaran untuk mengurai detail sisi-sisi yang menyertainya. Entah berapa banyak lagi pemikiran, pandangan, dan diskusi yang akan di lakukan oleh manusia untuk membuka tabir ‘manusia’  itu sendiri. Tidak henti-hentinya pembahasan mengenai manusia, baik dalam aspek fisik maupun psikis, menandakan bahwa misteri manusia masih mengandung sejuta ilmu dan kejutan-kejutan ilmiah yang layak untuk di gali dan dipresentasikan dalam dunia ilmu pengetahuan.
Manusia, selain bentuk fisik dan psikis yang membungkusnya, juga memiliki kemampuan berinteraksi dan menjalin kerja sama. Ibnu Miskawaih (1994: 54&148) menyebut manusia sebagai homo homini socius yaitu manusia memerlukan manusia lain selain dirinya. Untuk mencapai kebahagiaan insaninya, manusia memerlukan satu tempat yang didalamnya terdapat suatu komunitas tertentu. Komunitas yang dapat melengkapi eksistensinya, sekaligus menyempurnakan kemanusiaanya. Melalui komunitas itulah manusia menjalin interaksi dan kerja sama. Interaksi dan kerja sama manusia tidak didasari atas insting atau naluri semata melainkan kesadaran untuk saling membutuhkan. (Albert Bandura dalam Sarwono, 2002:84).
Alfred Adler (dalam Suryabrata, 1990:221) juga menyatakan pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. Hal tersebut dapat dilihat dalam wujud konkretnya bahwa manusia memiliki sikap kooperatif, memiliki hubungan sosial, hubungan antar pribadi, mengikatkan diri dengan kelompok, dan sebagainya.
Kuypers (dalam Gerungan, 1981:26) memberikan penjelasan kegiatan unik manusia secara hakiki, yaitu kegiatan bersifat individual, kegiatan bersifat sosial, dan kegiatan bersifat ke-Tuhanan. Ketiga kegiatan tersebut saling mendukung, misalnya dalam interaksi sosial manusia dapat merealisasikan kehidupannya secara individual, karena tanpa timbal balik dalam interaksi sosial itu ia tak akan dapat merealisasikan kemungkinan-kemungkinan dan potensi-potensinya sebagai individu, di mana dalam interaksi itu akan ditemukan perangsang-perangsang (stimulus) dan pola asuh di dalam kehidupan sosial dengan manusia lainnya.
Kehidupan sosial manusia tidak terlepas dari kehidupan individualnya, begitu juga sebaliknya. Maka muncul psikologi sosial, cabang dari psikologi, yang mempelajari pengaruh-pengaruh luar terhadap diri individu. Psikologi sosial merupakan  ilmu pengetahuan yang berusaha memahami asal usul dan sebab-sebab terjadinya perilaku dan pemikiran individual dalam konteks situasi sosial (Baron & Byrne, 2003:5). Teori-teori psikologi sosial yang ada sekarang dalam menganalisa tingkah laku individu masih berkiblat pada ilmuwan-ilmuwan barat, seperti Konrad Lorenz, McDougall & Edmund Wilson (teori genetik); Ivan Pavlov, J.B. Watson, B.F. Skinner, Albert Bandura, & Lev Vygotsky (teori belajar); Kurt Lewin, Fritz Heider, Albert Bandura, & kognitif kontemporer (teori kognitif); Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Erick Erikson, Karen Horney, Alfred Adler (teori psikoanalisa).
Pendekatan genetik menitikberatkan pada perilaku sosial manusia berasal dari sebab-sebab biologis. Secara umum teori ini mengasumsikan bahwa segala perilaku sosial manusia sangat erat berhubungan dengan penyebab-penyebab yang tidak dipelajari atau bersumber dari genetis. Konrad Lorenz, seorang ethologist yang mempelajari fenomena sosial hewan. Dia beranggapan bahwa perilaku agresif merupakan manifestasi dari insting (instinct), dorongan agresif bawaan sejak lahir yang menjadi kebutuhan untuk melawan demi menjaga diri. William McDougall (dalam Feldman,1985:10) juga telah mendasarkan konsep genetik dalam mempelajari perilaku sosial. Dia meyakini bahwa banyak sekali perilaku manusia yang dapat dijelaskan oleh insting, yakni perilaku langsung yang tujuannya tidak dipelajari terlebih dahulu. Ia mencontohkan seorang ibu yang bersikap protektif terhadap anaknya, McDougall menjelaskan perilaku tersebut dengan sebutan “insting orang tua”(parental instinct). Begitu juga dengan orang-orang yang menyesuaikan diri dengan orang lain karena adanya sebuah “insting berkumpul” (herd instinct). Pada tahap berikutnya pendekatan genetis menjelma sebagai pendekatan sosiobiologis dengan tokohnya Edmund Wilson (Bucaille, 1992:57). Sosiobiologi beranggapan bahwa melalui proses seleksi alam, perilaku sosial terus berkembang yang membuat spesies manusia terus bertahan hidup (survival). Perilaku adaptif, misalnya, tumbuh dan berkembang untuk kelangsungan gen-gen. Perilaku yang dipertahankan atau dikembangkan manusia dalam evolusi adalah yang dapat meneruskan gen-gen, bukan survival individual. (Sarlito W.S, 2002:65). Misalnya, anak yang terjebak kebakaran, maka ayah dengan sekuat tenaga menolong anak. Perilaku ayah tersebut bukan hanya sekedar mempertahankan nilai-nilai sosial, melainkan lebih dari itu dan menjadi dasar sosiobiologis, karena ayah mempertahankan kelangsungan keturunannya.
Teori belajar menjelaskan fenomena perilaku sosial melalui peran-peran atau aturan-aturan situasional dan lingkungan sebagai penyebab tingkah laku. Dalam teori ini  terdapat tiga pendekatan; proses belajar operant, proses belajar sosial, dan kerja sama dengan individu yang lebih mahir (baca Sarwono, 2002:68). Proses belajar melalui pendekatan operant dalam mengamati perilaku manusia didasari atas stimulus-respons, reinforcement, dan reward & punishment. Beberapa nama seperti Ivan Pavlov, J.B. Watson, dan B.F. Skinner merupakan tokoh pendekatan ini. Sedangkan proses belajar sosial dipelopori oleh Albert Bandura mengakui adanya faktor internal (kognitif) sebagai penyebab tingkah laku disamping juga faktor-faktor eksternal (lingkungan). Pendapat ini menambah faktor internal atau kesadaran dalam mempelajari tingkah laku manusia. Perilaku baru di peroleh karena seseorang melakukan suatu modelling pada pengamatannya terhadap perilaku yang terjadi. Pendekatan ketiga dalam teori belajar adalah kerja sama dengan individu yang dianggap lebih mahir. Lev Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar sosial juga dapat terjadi dengan bekerja sama dengan orang yang lebih mahir (orang tua, kakak, guru, dan sebagainya). Proses belajar yang terarah ini lebih cepat karena anak dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu (Sarlito WS, 2002:73).
Teori yang didasarkan pada pendekatan kognitif sebagai pijakannya adalah teori Gestalt. Sekalipun teori gestalt sering kali digunakan dalam area atau penelitian mengenai persepsi, namun dalam aplikasinya teori ini berimplikasi pada psikologi sosial. Alasannya adalah para psikolog gestalt telah mengembangkan teknik eksperimen dalam mempelajari fenomena dan studi mengenai struktur kelompok, komunikasi interpersonal, dan perubahan sikap adalah yang memungkinkan untuk dieksperimenkan oleh pendekatan gestalt. (Feldman,1985:14-15). Wiggins, Wiggins, & Zanden (1994:7-9) membagi teori psikologi sosial berbasis kognitif menjadi empat pendekatan yaitu Teori Lapangannya Kurt Lewin, Teori Atribusi dan Sikap Konsistensinya Fritz Heider, Teori Belajar Sosialnya Albert Bandura, dan Teori Kognitif Kontemporer. Kurt Lewin dengan teori lapangannya beranggapan bahwa perilaku (behavior) adalah fungsi dari keadaan diri pribadi (personality) dan lingkungan (environment) (Sarwono, 2002:81). Sedangkan menurut Fritz Heider beranggapan bahwa seseorang cenderung mengatur sikapnya untuk tidak mengalami konflik. Ia juga mengemukakan teori tentang hubungan antara dua orang. Hubungan antara orang pertama (P) dengan orang kedua (O) dapat dipengaruhi oleh faktor lain (X). Sementara Albert Bandura memodifikasi teori belajar sosial dengan memasukkan intervensi kesadaran (kognitif) seseorang dalam perilakunya. Bahwa perilaku kita dipengaruhi oleh reinforcement, proses imitasi, dan proses kognisi. Agak melangkah kedepan pendekatan kognitif kontemporer memandang manusia sebagai agen aktif dalam menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mentransformasi informasi. Fokus utama pendekatan kognitif kontemporer adalah bagaimana kita secara mental menstruktur dan memproses informasi yang datang dari lingkungan. Kita tidak dapat memahami perilaku sosial, jika tanpa mendapatkan informasi dan memprosesnya dalam kognisi (Wiggins, Wiggins, & Zanden, 1994:9-10).
Teori psikologi sosial yang lain adalah teori psikoanalisa. Teori ini dikenal dengan teori psikodinamik karena teori ini berpandangan bahwa sebagian terbesar tingkah laku manusia digerakkan oleh daya-daya psikodinamik seperti motif-motif, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan (Hall & Lindzey, 1993:8). Setidaknya ada enam tokoh psikoanalisa yang berpengaruh dalam psikologi sosial, yaitu Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, Erik Erikson, Karen Horney, Alfred Adler, dan William Schutz. Freud, misalnya, mengatakan bahwa dasar perilaku adalah insting (inborn motives), insting eros dan insting thanatos, yang bertempat dalam alam ketidaksadaran (Sarwono, 2002:58). Jung berpendapat lain bahwa tingkah laku manusia ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu dan rasi (kausalitas) tetapi juga oleh tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi (Hall & Lindzey, 1993:180). Erik Erikson dikenal dengan teori psikososialnya yang berkaitan dengan perkembangan. Artinya, bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai mati di bentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis, ada suatu “kecocokan timbal balik antara individu dengan lingkungan” (Hall & Lindzey, 1993:138). Sementara Alfred Adler berangggapan lain bahwa yang terpenting dalam menentukan perilaku adalah tujuan hidup, yaitu pengakuan dari lingkungannya. Pandangan tokoh-tokoh psikodinamik terhadap tingkah laku manusia memiliki perbedaan yang sangat tajam. Freud mendasarkan tingkah laku didorong oleh insting-insting yang di bawah sejak lahir dan dengan aksioma Jung yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia dikuasai oleh arkhetipe-arkhetipe yang di bawah sejak lahir. Adler berpendapat bahwa manusia pertama-tama dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial.

psikologi sosial

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Manusia dimanapun dia berada ,tidak dapat dipisahkandari lingkungan masyarakat. Oleh karena itu,sejak dahulu orang sudah menaruh minat yang besar pada tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya. Minat yang besar ini tidak hanya muncul dari pengamat-pengamat awam,tapi juga dikalangan para sarjan dan cendekiawan.
Sekalipun demikian,psikologi social ,sebagai ilmu khusus yang mempelajari tingkah laku manusia dalam lingkungan sosialnya baru timbul kurang dari 100 tahun yang lalu (Mc. Dougall,1908 ; Ross,1908). Sebelum itu gejala perilaku manusia dalam masyarakat dipelajari oleh antropologi dan sosiologi.
Peranan antropologi dan sosiologi dalam psikologi social antara lain adalah untuk mengurangi atau setidak-tidaknya menjelaskan bias (penyimpangan0 yang terdapat dalam penelitian psikologi social sebagai akibat pengaruh kebudayaan dan kondisi masyarakat disekitar manusia yang diteliti.
Sasaran penelitian psikologi social sendiri adalah tingkah laku manusia sebagai individu. Inilah yang membedakan psikologi social dari antropologi dan sosiologi yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai bagian dari masyarakatnya.
  1. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari psikologi social itu sendiri?
2. Apa ruang lingkup psikologi social?
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Definisi Psiologi Social
Bila dilihat dari sudut terminology maka kata psikologi terdiri 2 macam kata yakni psyche berarti jiwa dan logos yang kemudian menjadi logi berarti ilmu.maka kata psikologi (psychology) berari ilmu pengetahuan tentang jiwa,tidak terbatas pada jiwa manusia saja akan tetapi termasuk juga jiwa binatang dan sebagainya.
Dikalangan ahli psikologi pengertian dari kata psikologi tidak terdapat perbedaan,akan tetapi mereka berbeda dalam memberikan batasan atau definisi psikologi.perbedaan definisi yang diberikan oleh para ahli psikologi terhadap psikologi adalah akibat dari perbedaan sudut pandangan yang berasaskan pada perbedaan aliran-aliran paham dalam psikologi itu sendiri.[1]
“Psikologi” berasal dari perkataan yunani “psyche” yang artinya jiwa,dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan.jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa ,baik mengenai macam-macam gejalanya ,prosesnya,maupun latar belakangnya.dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Berbicara tentang jiwa ,terlebih dahulu kita dapat membedakan antara nyawa dan jiwa.nyawa adalah daya jasmaniah yang keberadaannya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah organic behavior.sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak,yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan pribadi (personal behavior) dari hidup tingkat tinggi dan manusia.
Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia.karena para ahli jiwa mempunyai penekanan yang berbeda maka definisi yang dikemukakan juga berbeda .
Diantara pengertian yang dirumuskan oleh para ahli itu antara lain sebagai berikut :
1. Menurut Dr. Singgih dirgagunarsa : psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia .
2. Plato dan aristotelea ,berpendapat psikologi adalah ilmu pengetahuan yang m,empelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya samoai akhir.
3. John Broadus Watson, memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempejari tingkah laku tampak (lahiriah) dengan menggunakan metodi observasi yang objektif terhadap rangsangan dan jawaban (respons)[2]
Definisi psikologi social yang diberikan oleh para sarjan psikologi social menunjukan ruang lingkup psikologi social. Beberapa definisi diantaranya sebagai berikut:
“Social psychology is scientific study of the experience and behavior individuals in relation to social stimulus situations” (sheriff & sheriff,1956,hlm. 4)
“Social psychology can be defined as the scientific study of human interaction” (Watson ,1966,hlm. 1)
“Social psychology is the study of the individual human being as the interacts,largely symbolically, with his environment” (Dewey & Humber,1966,hlm,3)
Dari definisi tersebut diatas,kita dapat membedakan tiga wilayah study psiologi social sebagai berikut:
1) Studi tentang pengaruh social terhadap proses individual,misalnya studi tentang persepsi,motivasi,proses belajar,atribusi (sifat).
2) Studi tentang proses-proses individual bersama ,seperi bahasa,sikap social dean sebagainya.
3) Studi tentang interaksi kelompok ,misalnya kepemimpinan, komunikasi, otoriter, konformitas (keselarasan) ,kerja sama. persaingan, peran dan sebagainya .
Adapun psikologi social dapat didefinisikan sebagai berikut “ilmu yang mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang social”
Dengan “ilmu peengetahuan” dimaksudkan bahwa psikologisosial hanya mempelajarisuatu gejala kondisi-kondisi yang terkontrol. Spekulasi-spekulasi yang bersifat armchair (didasarkan pada perkiraan-perkiraan saja) tidak berlaku untuk menyusun menyusun teori-teori social.
Istilah individu dalam definisi diatas menunjukan bahwa unit analisis dari psikologi social adalah individu,bukan masyarakat atau kebudayaan.
Akhirnya ,yang dimaksud dengan rangsangan-rangsangan social manusia dan seluruh hasil karya manusia yang ada disekitar individu. Termasuk dalam karya=karya manusia ini antara lain adalahnorma-norma,kelompok social, dan produk-produk social lainnya.
  1. Ruang lingkup psikologi social.
Ditinjau dari segi objeknya,psikologi dapat dibedakan dalam dua golongan besar,yaitu:
a. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia
b. Psikologi yang menyelidiki gdan mempelajari hewan,yang umumnya lebih tegas disebut psikologi hewan[3]
Kesulitan lain dalam pembentukan teori psikologi social adalah menentukan ruang lingkup suatu teori seperti berikut ini:
a. jangkauan penerapan (comprehensiveness), yaitu untuk berapa banyak (macam) fenomena atau kepribadian teori ini dapat diterapkan.
b. Keterbatasan ,yaitu sampai dimana perlu diberikan prasyarat pada kondisi dimana fenomena itu timbul agar suatu teori dapat dinyatakan berlaku.
c. Keumuman (generality),sampai dimana teori bias diperluas untuk mencakup situasi-situasi yang tidak tercakup dalam fenomena awal yang dijadikan dasar untuk penyusunan teori yang bersangkutan.[4]
Sebagaimana ilmu-ilmu yang lain,psikologi social bertujuan untuk mengerti suatu gejala atau fenomena.dengan mengerti suatu fenomena,kita dapat membuat peramalan-peramalan tentang kapan akan terjadinya fenomena tersebut dan bagaimana hal itu akan terjadi. Selanjutnya , dengan pengertian dan kemampuan peramalan itu,kita dapat mengendalikan fenomenaitu sampai batas-batas tertentu. Inilah sebetulnya tujuan dari ilmu,termasuk psikologi social. (namun,tentu saja tidak selalu kalau kita bisa mengontrol suatu gejala maka kita sudah mengerti betul tentang gejala itu. Seorang pengemudi mobil misalnya,dapat mengendalikan mobilnya tanpa ia mengrti betul tentang mekanisme yang menggerakkan mobil tersebut).
Psikologi yang dipelajari secara praktis dapat dipraktekan dalam bermacam-macam bidang ,misalnya dalam bidang pendidikan,dalam bidang indrusti atau perusahaan dan sebagainya. Psikologi yang berusaha mempelajari jiwa manusia, ternyata banyak mendapat kesulitan ,oleh karena objek penyelidikannya adlah abstrak ,yang tidak dapat diselidiki secara langsung,tetapi diselidiki keaktifannya yang terlibat melalui manifestasi tingkah laku atau perbuatan. Dapat dimisalkan bila kita mempelajari tentang angina,objeknya sendiri secara langsung tidak dapat dilihat ,namun dari keaktifannya ,bila ada daun yang bergerak atau debu beterbangan ,maka jelas ada ,seperti itu pulalah bila kita mempelajari jiwa.
Jadi dalam mempelajari psikologi ini,kita akan membatasi diri pada tingkah laku manusia,karena manusia adalah makhluk tuhan tertinggi derajatnya diantara makhluk-makhluk yang lain.
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
1) Psikologi terdiri dari dua kata pyche dan logos,sedangkan psikologi social mempunyai banyak definisi oleh para sarjana psikologi social salah satunya yaitu, psikologi social adala studi tentang pengaruh social terhadap proses individual, misalnya studi tentang persepsi, motivasi, proses belajar atribusi (sifat).
2) - ruang lingkup terdiri dari - jangkauan
- keterbatasan
- keumuman
  1. Kritik Dan Saran
Dengan keterbatab dan kekurangan dari makalah penulis semoga bisa menjadi motivasi untuk memperbaiki makalah berikutnya,dan akhirnya sedikit dari makalah ini dapat di ambil manfaatnya terlebih terhadap pemakalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka cipta
Sarwono, satlito wirawan. 2005. Teori-Teori Psikologi Social. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Arifin, H. 2004. Psikologi Dakwah. Jakarta: PT Bumi aksara

psikologi perkembangan

BAB  I
PENDAHULUAN
Studi tentang perkembangan dan pertumbuhan manusia merupakan usaha yang terus berlangsung dan berkembang. Seiring dengan perkembangannya, studi tentang perkembangan dan pertumbuhan manusia telah menjadi sebuah disiplin ilmu dengan tujuan untuk memahami lebih dalam tentang apa dan bagaimana proses perkembangan dan pertumbuhan manusia baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Sampai dengan saat ini kajian mengenai perkembangan dan pertumbuhan manusia telah banyak menunjukkan manfaat yang signifikan. Dan salah satu manfaat dari berkembangnya disiplin ilmu tentang perkembangan manusia ini adalah pendidikan. Dan jika kita berbicara pendidikan tentunya unsur yang mutlak ada ialah manusia itu sendiri. Nah, dalam hal ini kajian ataupun teori-teori mengenai perkembangan dan pertumbuhan manusia sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan ialah usaha sadar orang dewasa / pendidik untuk membantu membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak kearah kedewasaan.
Definisi pendidikan diatas mengisyaratkan bahwa agar setiap pendidik baik orang tua maupun guru memahami benar hakikat pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat membimbing atau mengarahkan mereka kearah kedewasaan yang diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat Kuantitatif yang menyangkut aspek fisik jasmaniah.seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada organ-organ dan struktur organ fisik,sehingga anak semakin bertambah umurnya semakin besar dan semakin tinggi pula badan nya.
Perkembangan secara khusus diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat Kualitatif dan Kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia. Seperti misal nya perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan,kemampuan,sifat sosial,moral,keyakinan agama,kecerdasan dan sebagainya,sehingga dengan perkembangan tersebut si anak akan semakin bertambah banyak pengetahuan dan kemampuan nya juga semakin baik sifat sosial,moral,keyakinan agam dan sebagainya.[1]
perkembangan secara khusus diartikan sebagai “perubahan – perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental – psikologis manusia, ”seperti halnya perubahan – perubahan yang berkaitan dengan aspek pengatahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan dan sebagainya, sehingga dangan perkembangan tersebut si anak akan semakin bertambah banyak pengatahuan dan kemampuannya juga semakin baik sifat sosialnya, moral, keyakinan agama dan sebagainya.
B.     Tahap – tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia.
Tahap perkembangan manusia :
1.      Masa sebelum lahir (PRANATAL) selama 280 hari.
Masa Pranatal ini berlangsung dari sejak terjadinya konsepsi sampai bayi lahir kira-kira lamanya 9 bulan 10 hari atau 280 hari.
Masa periode ini terbagi kepada 3 periode,yaitu :
a.       Periode telur.
Berlangsung sejak pembuahan sampai akhir minggu kedua.
b.      Periode embrio.
Dari akhir minggu kedua sampai akhir bulan kedua.
c.       Periode janin.
Dari akhir bulan kedua sampai bayi lahir.
Ada 6 ciri-ciri kondisi Pranatal yang penting,yaitu :
-pada masa ini potensi sifat-sifat bawaan dan jenis kelamin setiap individu  ditentukan.
-pada masa ini kondisi si ibu sangat menetukan pola pertumbuhan Pranatal.
-secara Prporsional pertumbuhan pada fase ini lebih besar dan lebih luas dari fase-fase lain nya.
-pada saat orang-orang yang berarrti dalam keluarga dapat membentuk sikap kepada si janin.
-pada masa ini terdapat banyak bahaya fisik maupun psikologis.
2.      Masa  bayi baru lahir (NEW BORN) 0-2 minggu
Masa ini dimulai sejak lahir sampai bayi berumur kira-kira 15 hari. Masa ini merupakan fase pemberhentian,artinya masa tidak terjadi pertumbuhan atau perkembangan. Masa ini juga dikenal dengan masa “resting age” yaitu masa istirahat, guna menyesuaikan diri dengan keadaan baru didunia ini.
Periode ini dibagi menjadi 2 tahap,yaitu : Pertama disebut periode parunate yaitu sejak janin baru keluar dari Rahim sampai tali pusar dipotong. Kedua disebut peride neonate sampai sekitar akhir minggu kedua setelah kelahiran.
Ciri –ciri yang penting pada masa ini adalah :
a.       Periode ini merupakan fase perkembangan yang tersingkat dari seluruh periode perkembangan manusia.
b.      Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk kelangsungan hidup janin.
c.       Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.
d.      Diakhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan awal perkembangan lebih lanjut.
3.      Masa bayi (BABYHOOD) 2 Minggu-2 tahun.
Masa ini berlangsung dari umur 2 minggu-2 tahun.
Ciri-ciri masa ini adalah :
a.       Masa bayi merupakan masa dasar yaitu masa pembentukan dasar-dasar kehidupan yang sesungguhnya,karena pada saat ini banyak pola prilaku,sikap dan pola ekspresi emosi terbentuk.
b.      Bayi berkembang pesat baik fisik maupun psikologisnya sehingga penampilan dan kemampuan nya pada masa ini mengalami banyak perubahan.
c.       Masa bayi selain meningkatnya individualitas,juga merupakan masa pemrmulaan sosialisasi.
d.      Masa bayi adalah masa permulaan penggolongan seks atau jenis kelamin.
e.       Masa bayi adalah masa yang menarik sehingga semua orang suka kepada bayi.
f.       Masa bayi adalah permulaan masa kreatifitas,pada bulan-bulan pertama bayi mulai belajar mengembangkan minat dan sikap yang merupakan dasar  bagi kreatifitasnya kemudian,dan untuk penyesuaian diri nya dengan pola-pola yang diletakkan orang lain atau orang tua.
4.      Masa kanak-kanak awal (EARLY CHILDHOOD) 2-6 tahun.
Masa kanak-kanak awal ini berlangsung dari umur 2-6 tahun. Masa ini sering disebut usia sulit atau problematis, karena memellihara atau mendidik mereka sulit. Masa ini juga disebut sebagai usia main karena sebagian besar hidup anak dihabiskan untuk bermain.
Masa kanak-kanak awal merupakan saat yang tepat untuk belajar mencapai berbagai keterampilan. Karena anak senang mengulang-ngulang,hal ini penting artinya dalam belajar keterampilan. Selain itu anak pada masa ini juga berani dan senang mencoba hal-hal baru. Pada masa ini mereka juga belum banyak memiliki leterampilan sehingga tidak ada gangguan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan baru.
5.      Masa kanak-kanak akhir (LATER CHILDHOOD) 6-12 Tahun
Masa kanka-kanak akhir atau disebut juga masa anak sekolah ini berlangsung dari umur 6-12 tahun. Masa ini disebut orang tua dengan masa “tidak rapi”, masa “bertengkar” dan masa “menyulitkan”
Pada masa keserasian bersekolah ini anak=anak relatif lebih mudah untuk dididik disekolah dari masa sebelum dan sesudahnya nanti. Mas ini dapad dibagi dalam 2 fase,yaitu :
a.       Masa kelas sekolah dasar umur 6 atau 7 ampai 9atau 10 tahun.
b.      Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar umur kira-kira 9 atau 10 sampai 12 atau 13 tahun.
6.      Masa puber (PUBERTY)
Masa puber merupakan periode tumpang tindih karena mencakup akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja,yaitu dari umur 12 atau 13 sampai umur 16 atau 17.
            Perubahan pada masa puber mempengaruhi keadaan fisik,sikap dan prilakku. Karena kaibat perubahan nya cenderung buruk, terutama sselama awal masa puber, maka masa puber sering disebut “masa negatif”.
Pada masa puber ini,bahay fisik tampaknya lebih ringan dibandingkan dengan bahaya Psikolohis. Bahaya psikologis yangb paling umum terjadi adalah kecenderungan mengembangkan konsep diri yang kurang baik,berprestasi rendah,tidak mau menerima perubahan jasmani atau peran seks yang memperoleh dukungan sosial dan penyimpangan pematangan seksual.
7.      Masa remaja (ADOLESCENCE) 15-21 Tahun.
Pada masa remaja ini berlangsung dari umur 15-21 tahun atau berlangsung saat individu matang secara seksual sampai mencapai usia matang menurut hukum.
Masa remaja ini dibagi 2 bagian yaitu :
a.       Masa remaja awal yang berlangsung hingga 17 tahun.
b.      Masa remaja akhir yang berlangsung hingga mencapai usia kematangan resmi secra hukum yaitu 21 tahun.
Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisik nya maupun perubahan sikap dan perilakunya.ada 4 perubahan yang bersifat Universal selama masa remaja yaitu :
a.       Menigkatnya emosi.
b.      Perubahan fisik.
c.       Dengan berubahnya minat dan prilaku.
d.      Bersikap ambivalensi.
Di akhir masa remaja, si remaja umumnya mengalami ambang dewasa, yaitu para remaja menjadi gelisah untk meninggalkan tingkah laku remaja belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa dirinya telah hampir dewasa, merka berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa.
Ada 7 kategori minat yang paling penting dari para remaja masa kini yaitu :
a.       Minat rekreasi.
b.      Minat pribadi dan sosial.
c.       Minat terhadap pekerjaan.
d.      Minat terhadap agama.
e.       Minat terhadap simbol status.
f.       Minat kepada pendidikan.
Selain dari minat anak,fungsi keluarga sangat berperan diantaranya :
a.       Fungsi biologis.
b.      Fungsi ekonomis.
c.       Fungsi pendidikan.
d.      Fungsi sosialisasi.
e.       Fungsi perlindungan.
f.       Fungsi rekreatif.
g.       Fungsi agama.[2]
Ada 3 macam remaja yang tidak berminat kepada sekolah dan biasanya membenci sekolah yaitu :
a.       Remaja yang orang tua nya memiliki cita-cita tinggi yang tidak realistik yang terus menerus mendesak untuk mencapai sasaran yang dikehendaki tanpa memperhatikan kondisi prestasi anaknya.
b.      Remaja yang kurang diterima oleh teman-temannya sekelas yang merasa dirinya kurang mampu berprestasi dalam berbagai kegiatan kurikuler.
c.       Remaja yang badan nya lebih besar dari umurnya yang merasa tubuh nya jauh lebih besar dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya yang karena penampilannya yang lebih tua,sering kali diharapkan berprestasi lebuh baik diatas kemampuannya
Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa remaja kurang berminat pada pendidikan disekolah yaitu :
a.       mereka menjadi siswa yang prestasinya selalu rendah.
b.      Mereka bekerja/belajar dibawah kemampuan nya disetiap mata pelajaran atau pada mata pelajaran tertentu yang tidak disukainya.
c.       Mereka sering membolos atau berterus terang meminta berhenti sekolah kepada orang tua nya. Ini sering terjadi pada remaja yang badannya jauh lebih besar dari umurnya, sekolah bagi dirinya bukan saja merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan tetapi juga pengalaman yang merendahkan dirinya.[3]
8.      Masa dewasa awal-usia lanjut (21-........)
Masa pematangan diri dalam tahap ini,perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Orang mulai dapat membedakan adanya 3 macam tujuan hidup pribadi,yaitu pemuasan keiinginan pribadi,pemuasan keinginan kelompok,dan pemuasan keinginan masyarakat. Semua ini akan direalisasi oleh individu dengan belajar mengandalkan daya kehendaknya. Dengan kemmpuannya,orang melatih diri uuntuk memilih keinginan yang akan direalisasi dalam tindakan nya. Realisasi setiap keinginan ini menggunakan fungsi penalaran,sehingga orang dalam masa perkembangan ini mulai mampu melakukan pengoreksian dan pengontrolan diri.
Dengan kemampuan ini manusia tumbuh berkembang menuju kematangan untuk hidup berdiri sendiri dan bertanggung jawab.[4]
1.      Aliran Nativisme.
Nativisme adalah suatu aliran yang secara ekstri menyatakan bahwa perkembangan manusia itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor pembawaan atau faktor-faktor yang dibawa sejak lahir. Para ahli yang berpendirian Nativis biasanya mempertahankan kebenaran konsep ini dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya.[5]
Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran filosof natifisme konon dijuluki sebagai aliran psimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.
Diantara ahli yang dipandang sebagai nativis ialah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli linguistic yang sangat terkenal hingga saat ini. Chomsky menganggap bahwa perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga (yang lebih penting) oleh adanya “biological predisposition” (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.
Namun demikian, Chomsky tidak menafikan sama sekali peranan belajar dan pengalaman berbahasa, juga lingkungan. Baginya, semua ini ada pengaruhnya, tetapi pengaruh pembawaan bertata bahasa jauh lebih besar lagi bagi perkembangan bahasa manusia (Bruno, 1987).
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini adalah Schopenhaeur seorang filosof bangsa jerman.
 Nativisme berasal dari kata dasar natus = lahir, nativius = kelahiran, pembawaaan.
Kalau dipandang dari segi ilmu pendidikan tidak dapat dibenarkan: sebab jika benar segala sesuatu itu tergantung pada dasar, jadi pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak ada, maka konsekuensinya harus harus kita tutup saja semua sekolah, sebab sekolah tidak mampu mengubah anak yang membutuhkan pertolongan. Tidak perlu para ibu, guru, orang tua mendidik anak-anak karena hal itu tidak aka nada gunanya, tak dapat memperbaiki keadaan yang sudah tersedia (ada) menurut dasar. Akan tetapi hal yang demikian itu justru bertentangan dengan kenyataan yang kita hadapi, karena sudah ternyata sejak zaman dahulu hingga sekarang orang berusaha mendidik generasi muda, karena pendidikan itu adalah hal yang dapat, perlu, bahkan harus dilakukan. Jadi konsepsi nativisme itu tidak dapat dipertahankan dan tidak di pertanggung jawabkan.
                        Dengan demikian,faktor lingkungan atau pendidikan menurut aliran ini dikembangkan seseorang. Dalam ilmu pendidikan ini dikenal sebagai ilmu pedagogik pesimisme, yaitu pendidikan tidak dapat mempengaruhi perkembangan anak kearah kedewasaan yang dikehendaki oleh pendidikan.
2.      Aliran Empirisme.
Menurut teori ini lingkungan adalah yang menjadi penentu perkembangan seseorang. Baik buruknya perkembangan pribadi seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan atau pendidikan. Jadi,teori ini menganggap bahwa faktor pembawaan tidak berperan sama sekali dalam proses perkembangan manusia.[6]
bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.
Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari di dapat dari dunia sekitarnya yang berupa pengetahuan. Pengetahuan ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung.[
Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme (empiricisim) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empircism” (aliran empirisme inggris). Namun, aliran lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama “environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama “environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Rober, 1988).
Doktrin aliran empirisme yang amat mashyur adalah “tabula rasa”, sebuah istilah bahasa latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini para penganut empirisme (bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Jika seorang siswa memperoleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang polisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia tak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orang tuanya pemusik sejati.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir, di kesampingkan.  Padahal ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lungkungan tidak terlalu mendukung.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini yaitu John Locke.
3.      Aliran Konvergensi.
Sesuai dengan namanya,Konvergensi yaitu teori yang menjembatani atau menengahi kedua teori atau paham sebelumnya yang bersifat ekstrim yaitu teori nativisme dan empirisme. Sesuai dengan namanya konvergensi yang artinya perpaduan,maka berarti teori ini tidak memihak bahkan memadukan pengaruh kedua unsur pembawaan maupun unsur lingkungan,kedua-duanya sama-sama merupakan faktor yang dominan pengaruhnya bagi perkembangan. Menurut teori ini baik unsur pembawaan maupun unsur lingkungan kedua-duanya sama-sama merupakan faktor yang dominan pengaruhnya bagi perkembangan seseorang.[7]
Aliran konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai factor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama konvergensi bernama Louis William Stren (1871-1938), seorang filosof dan psikolog Jerman.
Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut “personalisme”, sebuah pemikiran filosofis yang sangat berpengaruh terhadap disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di antara disiplin ilmu yang menggunakan asas personalisme adalah “personologi” yang mengembangkan teori yang komprehensif (luas dan lengkap) mengenai kepribadian manusia (Rober, 1988).
Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan proses perkembangan diatas, penyusun pandangan bahwa factor yang memengaruhi tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam:
a.       Faktor Intern yaitu factor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
b.      Faktor Eksternal yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi sisw a tersebut dengan lingkungannya.
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pndidikan bangsa jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik factor pembawaan maupun factor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi.
Teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
1)      Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.
2)      Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
3)      Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang factor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching Machine, belajar berprogram, dan lain-lain). dan sebagainya
BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannyayang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orangtuanya. diantara aliran-aliran pendidikan yang ada yaitu:
1.      Aliran Nativisme
Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran filosof natifisme konon dijuluki sebagai aliran psimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam.
2.      Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. . Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih.
3.      Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai factor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama konvergensi bernama Louis William Stren (1871-1938), seorang filosof dan psikolog Jerman.
B.     Kritik dan Saran
Dalam makalah kami ini,Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna seperti apa yang teman-teman harapkan. untuk itu, jika terdapat kesalahan atau kekeliruan baik dalam pengetikan maupun dari presentasinya, penulis sangat mengaharap kritikan dan saran-sarannya dari teman-teman sekalian, dan semoga kritikan dan saran-saran dari teman-teman sekalian bias membangun motivasi kami dalam penulisan makalah yang akan dating. akhirnya penulis ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H.M. Alisuf Sabri,psikologi Pendidikan. Pedoman Ilmu Jaya jakarta: 1996
Dr.H. Syamsu Yusuf LN.,M.Pd, psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT. Remaja Rosda Karya Bandung: 2000
Prof. Dr. H. Djalil.  Psikologi Pendidikan. PT. Bumi Aksara Jakarta: 2006


[1] Drs.H.M.Alisuf sabri,psikologi pendidikan (pedoman ilmu jaya,Jakarta : 1996) hal : 11
[2] H.Syamsu Yusuf LN M.Pd,psikologi perkembangan anak dan remaja (PT.Remaja Rosdakarya Bandung : 2000) hal 39-41
[3] Ibid,hal13-30
[4] Dr.H.Djaali,psikologi pendidikan (PT.Bumi Aksara Jakarta : 2006), hal : 26-27
[5] Drs.H.M.Alisuf sabri,psikologi pendidikan (pedoman ilmu jaya,Jakarta : 1996) hal : 35-36
[6] Ibid,hal 36.
[7] Opcid,37