membersihkan hati
Membersihkan hati dan menolak kehendak hawa nafsu yang keji itu fardlu
‘ain hukumnya. Akan tetapi, membersihkan hati itu sangat sukar karena
penyakit hati (illat-illat) itu tidak terlihat oleh mata tetapi dapat
ditangkap dengan hati. Untuk menandingi illat-illat tersebut harus ada
Nur yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera tetapi tertangkap oleh
hati. Dengan Nur tersebut keluarlah manusia dari gelap gulita ke terang
benderang dengan izin Tuhannya.
Cara kaum Sufi membuang penyakit hati tersebut adalah dengan riyadhah
dan latihan-latihan yang antara lain meliputi bertaubat, membersihkan
Tauhid, taqarrub kepada Allah, mengikuti Sunnah Nabi, memperbanyak
ibadah, qiyamul lail, tidak memakan/meminum makanan/minuman yang haram,
tidak menghadiri tempat yang menambah nyala api hawa nafsu, tidak
melihat pemandangan yang haram, dan menahan diri dari ajakan syahwat.
Riyadhah dan latihan khusus kaum Sufi untuk membersihkan hati adalah
dengan DZIKRULLAH, berdzikir dengan menyebut nama Allah. Hal ini
dilandaskan pada Firman-firman Allah SWT dalam Al-Qur’an seperti: “Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu; dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)- Ku.” (Al-Baqarah 152), “Wahai
orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah,
dzikir yang sebanyak- banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu
pagi dan petang”, “Adapun orang laki-laki yang banyak berdzikrullah,
demikian juga orang-orang wanita, disedikan Allah baginya ampunan dan
pahala yang besar” (Al-Ahzab 35), dan “(yaitu) orang-orang yang
beriman dan dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikrullah.
Ingatlah hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenang” (Ar-Ra’d 28).
Landasan lain yang digunakan kaum Sufi adalah sabda-sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: “Bahwasanya
hati itu itu kotor seperti besi yang berkarat dan pembersihnya adalah
Dzikrullah”, “Bagi setiap sesuatu ada alat pembersihnya, dan alat
pembersih hati adalah “DZIKRULLAH”, dan “Jauhkanlah Syaithanmu
itu dengan ucapan ‘LAA ILAAHA ILLALLAH, MUHAMMADUR RASULULLAH’, karena
syaithan itu kesakitan dengan ucapan kalimat tersebut, sebagaimana
kesakitan unta salah seorang kamu sebab banyaknya penunggang dan
banjirnya muatan diatasnya”, “Dzikir kepada Allah SWT, jadi benteng dari godaan syaithan”, dan
“Allah berfirman ‘LAA ILAAHA ILLALLAH adalah bentengKu. Barang siapa
mengucapkannya, masuklah ia kedalam bentengKu. Dan barang siapa masuk ke
dalam bentengku, maka amanlah ia daripada azabKu. (Hadist Qudsi).”
Pengertian umum dzikir adalah mengingat Allah; dengan demikian, setiap
ibadah (baik yang fardlu maupun sunnat) seperti sholat, zakat, puasa,
haji, baca Qur’an, da’wah, belajar, berusaha, dll yang dilakukan semata
atas nama Allah atau dengan mengingat Allah adalah dzikir. Akan tetapi
disamping melaksanakan hal-hal tersebut, kaum Sufi melaksanakan
Thariqat-dzikir secara khusus yang merupakan cara pembersihan ruh pada
sisi Allah (hati) secara Sufi, yaitu dengan menyebut LAILAA HA ILLALLAH
atau ALLAH baik sendiri-sendiri maupun berjamaah dengan “cara tertentu.”
Penulis tidak dapat menyampaikan metode Dzikrullah tersebut oleh karena
hanya Guru Sufi yang mursyid dan murid-muridnya yang telah diberi
“ijazah”lah yang berwenang mengajarkan metode Tha- riqat-dzikir
tersebut. Yang dapat penulis sampaikan adalah bahwa para guru Sufi
mengajar murid-muridnya mula-mula berdzikir dengan lidah (dzikir zahar,
dzikir dengan suara keras), kemudian meningkat secara teratur kedzikir
hati (dzikir khofi, dzikir yang tidak bersuara karena didalam hati) yang
awalnya disengajakan kemudian menjadi kebiasaan, lantas meningkat lagi
ke dzikir Sirri (dzikir di dalam hatinya hati). Hamba Allah yang sudah
mampu berdzikir sirri ini tidak akan pernah terputus dzikirnya meskipun
ia terlupa berdzikir. Sementara itu, sang guru pun membantu muridnya
yang sedang dalam keadaan salik untuk menundukkan dan mengalahkan hawa
nafsunya.
Ulama-ulama Sufi berkata: “Apabila murid-murid mengucapkan dzikir
LAA ILAAHA ILLALLAH dengan memusatkan perhatiannya secara bulat
kepadaNya, maka terbuka segala tingkat ajaran Thariqat dengan cepat,
yang kadang-kadang terasa dalam tempo satu jam, yang tidak dapat
dihasilkan dengan ucapan kalimat lain dalam tempo satu bulan atau
lebih.”
Dengan berdzikir yang dilakukan secara khusyu’ dengan bimbingan Guru
Sufi yang mursyid, murid dapat membersihkan cermin hatinya dari
sifat-sifat yang rendah secara dikit demi sedikit. Dalam masa itu,
menyesallah sang murid atas dosa-dosa yang dilakukannya sehingga ia
mencucurkan air mata dan berkehendak memperbaiki tingkah lakunya. Ia
tidak rela untuk berada lagi dalam kelupaan dan kemaksiatan dengan
mengikuti hawa nafsunya. Ia bertobat dan minta ampun dan mengikuti
petunjuk Tuhannya. Maka cermin hatinyapun mulai dapat menerima dan
memancarkan Nur Illahi yang kemudian merasuk keseluruh tubuhnya dan
mempengaruhi segala ucapan, tingkah laku, dan perbuatannya dengan segala
keutamaan.
sumber: http://filsafat.kompasiana.com/2009/09/08/dzikir-membersihkan-hati/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar