Minggu, 27 Mei 2012

ANTROPOLOGI



Antropologi ekonomi
PENDAHULUAN
Antropologi ekonomi adalah suatu kajian dalam antropologi social budaya yang
memusatkan studi pada gejala ekonomi dalam kehidupan masyarakat manusia. Posisi
bidang kajian ini adalah sejajar dengan bidang kajian lain dalam study antropologi.
Perilaku ekonomi adalah saling mempengaruhi factor social budaya yaitu adanya proses
produksi, distribusi dan komsumsi adanya barang dan jasa. Dalam antropologi ekonomi
mencakup
(1) bagaimana factor – factor non ekonomi dan ekonomi berperan dalam kegiatan
ekonomi
(2) system kekerabatan berperan dalam kegiatan ekonomi yang tidak dilihat
(3)pranata- pranata social yang sering kali terkait didalamnya.
Ghathering Society ( Masyarakat Pranata )
Masyarakat yang hidup dalam kelompok – kelompok yang relative kecil d an
terpencar- pencar dan sering berpindah- pindah dari suatu tempat ketempat lain untuk
mencari sumber makanan. Dalam proses mata pencaharian manusia yang berawal dari
berburu dan meramu menjadi peternakan kerena manusia berhsil menjinakkan binatang
buruannya dari tingkat bangsa beternak b erevolusi kebercocok tanam. Cir i-cirinya yaitu
(1)
kehidupan kurang stabil akibatnya bahan makanan kurang cukup sehingga mereka harus
hidup berpindah
(2)
jumlah penduduk sedikit orang hidup dalam kesatuan keluarga atau
kelompok kecil
(3)
hubungan social atas dasar kekerabatan
(4)
hidup didaerah terpencil
kurang kontak dengan dunia luar dan penduduk lainny. Dalam evolusi mata pencaharian
hidup manusia dibagi atasberburu, beternak, dan berc ocok tanam.
Pola hidup masyarakat berburu dan meramu merupakan pola hidup manusia yang
paling tua dipermukaan bumi, yang ditandai dengan berkelompok dan terkadang bermalam
ditempat buruannya yang banyak terdapat hewan yang bisa ditangkap untuk bahan
makanan. Pembagian hasil buruannya deng an kaum kerabat, tetangga dan orang lain dalam
masyarakatnya. Misalnya dapat kita lihat pada suku bangsa Bgu penduduk pantai utara
Irian jaya yang masih hidup berburu dan meramu.
Beternak secara tradisional merupakan mata pencaharian pokok yang dikerjaka n
secara besar- besaran. Pada masa sekarang beternak dilakukanoleh kurang lebih tujuh juta
manusia yaitu kira- kira 0,02% dari 3 milyar penduduk dunia. Suku -suku bangsa peternak
cenderung bersifat agresif, karena mereka secara terus menerus harus menjaga keamanan
kelompok tetanggasuku bangsa peternak juga biasanya hidup mengembara sepanjang
musim semi dan musim panas dalam suatu wilayah tertentu yang sangat luas dalam musim
dingin mereka menetap dalam suatu perkemahan induk atau desa induk.
Berbeda dengan pola hidup bercocok tanam, bercocok tanam diladang berpindah,
merupakan bentuk mata pencaharian manusia yang lambat laun hilang, diganti dengan
bercocok tanam menetap.bercocok tanam diladang berpindah dilakukan dengan membuka
sebidang tanah menebang pohon- pohon kemudian membakar daun dahan dan balokpohon
hasil tebangan, lading yang telah dibuka ditengah hutanm kemudian ditanami berbagai
macam tanaman tanpa pengolahan tanaman yang intensif juga irigasi.
Sejarah Perkembangan Antropologi Ekonomi
Antropologi ekonomi berkembang sejak akhir abad ke 19 dan awal ke20 ketika
Malinowwski melakukan penelitian di Kepulauan Trobrian
Dari penelitian tersebut terdapat perhatian dari muridnya yaitu R. Firth, Good

Fellow dan Herkofits
Ahli ilmu ekonomi murni yang tertari k dengan pemikiran Malinowski, seperti

Manning Nash dan Belsaw
Ahli sejarah Karl Polanyi dengan latar belakang ilmunya mengkaji system

ekonomi secara historis
Fase Perkembangan Pendekatan Antropologi Ekonomi
Zaman Malinoski akhir abad XIX awal abad XX « Argonauts Of The Westen

Pacific” sebagai peletak dasar antropologi ekonomi
Munculnya ahli ekonomi Roymond Firth, Herkovits serta ahli sosiologi ekonomi

Good Fellew karyanya masing-masing: primitive Polynesian ekonomi (1939) , The
Ekonomi Primitive people(1940), Principle of Ekonomi Sosilogy (1939) yang
kemudian mereka disebut Formalis.
Muncul George Dalton, Karl polangi, Paul Bohannan Buku Dalton “Economic

thery and Primitive Society (1961) mereka disebut subtantivist
Munculnya M Gother, dengan bukunya y ang berjudul: Un Domaine Constita

Antropology Economique”(1974).disebut Neo –Marxist.
Muncul tulisan James Scott. The Moral Of The Peasent Economi, Rebillion,

Subdistence Economi in south east Asia (1977), Disebut Neo Subtantif.
Terbitnya buku S.Poptein yang berjudul”Retional Peasent”(1978), Disebut Neo

Formalist.
. Munculnya tulisan Cyril S Belhsaw:Traditional exchange and Markets.disebut

Moderat.
Terbit karyta dari Antropologi dari Leiden Jpm Den Bremen « Onze Aarde

Houndt Neet Van Rejs « (1985) daia disebut strukturalis
Muncul karya dari antropologi Amerika Steven Goodmen (1986) dia disebut

sebagai ahli antropologi ekonomi simbolik
Muncul karya Dewey, Szanton, dan Davis mengenai “ social Relation in Philipine

Market disebut ekonimi personalisme.
Pendekatan –pendekatan dalam antropologi ekonomi meliputi Pendekatan Formal,
Pendekatan Subtantif, Pendekatan Neo Formal, Pendekatan Neo Subtantif, dan Pendekatan
PEMBAHASAN
Dalam kajian ilmu ekonomi modern, kegiatan ekonomi pada intinya ber pusat pada
kegiatan produksi barang, distribusi (mendeliverkan barang pada konsumen) dan akhirnya
pada proses konsumi (menghabiskan atau memakai barang atau jasa). Semua proses ini
juga terjadi dalam kehidipan ekonomi masyarakat tradisional, walaupun tidak begitu
mendapat perhatian dari ahli ekonomi karena lebih memusatkan perekonomian pada
tingkat global. Dalam sistem matapencarian hidup para ahli antropologi juga
memperhatikan sistem produksi lokalnya, cara pengolahan sumberdaya alam, cara
pengumpulan modal, cara pengerahan dan manajemen tenaga kerja. Teknologi dalam
sistem produksi, sistem distribusi pasar, dan proses konsumsinya. Kalau dirinci lebih jauh
lagi termasuk didalamnya dikaji bagaimana keterlibatan keluarga dalam mengkonsumsi
suatu barang juga sistem distribusi seperti apa yang digunakan, siapa saja yang terlibat
dalam proses produksi, dan lain sebagainya. Di dalam buku pengantar ilmu antropologi
terlihat Koentjaraningrat begitu membatasi kajian ekonomi pada sistem mata mencarian
hidup hanya dalam ruang lingkup yang kecil saja dan menganggap hal -hal seperti proses
distribusi yang besar dengan jaringan yang luas dan sistem ekonomi yang berdasarkan pada
industri merupakan murni kajian ahli ekonomi. Sehingga memberikan kesan pemahaman
bahwa antropologi adalah ilmu yng tertinggal (membatasi diri pada hal -hal yang
seharusnya bisa menjadi kajian antropologi, dengan tidak lepas dari akar ilmu antropologi
sendiri tentunya).
Dalam antropologi, terdapat tiga pendekatan yang penting dan berkaitan dengan
kegiatan ekonomi yakni, pendekatan formal, subtantif, dan marksis serta pendekatan
lainnya yang mencoba memperbaharui pendekatan yang telah ada sebelumnya. Ketiga
pendekatan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing -masing. Umum terjadi
bahwasetiap peneliti akan menekankan studinya pada salah satu pendekatan tersebut.
Sebagai peneliti ia akan berusaha untuk menggunakan pendekatan tersbut, dalam analisis
data yang ditemukannya atau mencari sintesa dari teori -teori yang terdapat pada
pendekatan tersebut. Ahli antropologi ekonomi awalnya terbelah kedalam pendekatan
formal dan subtantif dalam usaha menjelaskan fenomena ekonomi dari masyarakat yang
mereka teliti. Namun pada perkembangan berikutnya ahli antropologi mengembangkan
pendekatan marksis. Pada bagia n ini dibicarakan pendekatan formal dan subtantif dan
pendekatan Marksis.
A. PENDEKATAN FORMAL
Pendekatan formal adalah pendekatan yang berasal dari teori – teori makro atau teori
konvensionalisme atau teory ekonomi klasik untuk menjalaskan dan menganalisis ge jala
social ekonomi masyarakat. Ekonomi sebagai cara mengklasifikasikan sumber – sumber
yang terbatas jumlahnya dan mencapai tujuan – tujuan yang banyak jumlahnya secara
maksimal. Secar konvensional ilmu ekonomi kemidian mengasumsikan bahwa tindakan
manusia bersifat rasional dalam melakukan alktivitas ekonomi yang merupakan dasar yng
diterima sebagai suatu kebenaran. Pendekatan ini cenderung melihat gejala ekonomi
sebagai suatu tindakan memilih antara tujuan -tujuan tak terbatas. Secara konvensional ilmu
ekonomi kemudian mengasumsikan bahwa tindakan manusia bersifat rasional dalam
melakukan aktifitas ekonomi tersebut. Asumsi tersebut merupakan asumsi dasar yang
diterima sebagai suatu kebenaran. Gejala ekonomi tidak dapat dilihat dari segi
subtantifnya, yaitu dari segi proses pemberian makna sumber daya ekonomi. Tokohnya
yaitu Raymond Firth, Herkovits, Good Fellow, Monning Nash, Pospisil, Scott Cook, S.
Epstein, Alice Dewey, Peggy Barlent.
Pendekatan yang sangatlah ekonomis, namun antropologi menempatkan diri pad a
pengembangan ilmu ekonomi untuk memahami gejala -gejala yang lebih luas dalam
perekonomian primitive dan peasant, antropologi ekonomi sebagai pendekatan hubungan -
hubungan sosial tentang pemanfaatan sumber daya ekonomi. , untuk mencapai pemahaman
yang akurat tentang keberagaman dan kompleksitas tingkah laku sosial yang diobservasi,
bersifat anhistoris, walaupun bukan anti -historis atau sinkronik, meskipun pendekatan ini
bersifat analitisaa dan formala dalam orientasinya, tetapi memiliki kecenderungan yang
kuat dalam menerapkan prinsip-prinsip abstraksi umum.
Ada enam ciri yang dikemukakan oleh Scoot Cook (dalam Sairin dkk) yang
membedakan pendekatan formal dengan subtantif. Pertama, telah diutarakan sebelumnya
bahwa pendekatan formal terkesan dengan kesukse san ilmu ekonomi neo-klasik dalam
merumuskan hukum-hukum ekonomi untuk menjelaskan dan menprediksi perilaku
ekonomi masyarakat Eropa pada abad ke -19 dan ke-20 serta masyarakat diluar Eropa pada
abad tersebut yang menganut sistem ekonomi pasar.
Beberapa prinsip ekonomi formal meliputi:
Scarce/ Limited Of Good atau keterbatasan sumber- sumber atau factor

produksi.
Tujuan cita- cita kebutuhan banyak

Tujuan, cita- cita atau kebutuhan diarahkan pada kepentingan individu yang

berwujud meterial maupun inmaterial
Perlu ekonomisasi karena sumber – sumber yang terbatas sedangkan kebutuhan

tak terbatas / banyak
Rasionalisasi, eksistensi, evektivitas, dan kulkulasi

Kedua, pendekatan formal menempatkan antropologi ekonomi sebagai studi tentang
hubungan-hubungan sosial yang menayngkut proses pemanfaatan sumber daya ekonomi.
Hal ini dilakukan sebagai usaha mendeskripsikan dan menganalisis cara -cara proses
pemanfaatan sumber daya ekonomi tersbut dalam berbagai setting kultural . Hubunganhubungan
sosial ssebagai gejala pros es pemanfaatan sumber adaya ekonomi dapat dilihat
misalnya dalam hubungan patron -klien, hubungan persahabatan, jaringan kekerabatan dan
hubungan-hubungan lainnya yang terpola menurut pranata -pranata dalam lembagalembaga
yang hidup di di masyarakat.
Ketiga, tujuan pendekatan formal ini adalah untuk mencapai pemahaman yang
akurat tentang keragaman dan kompleksitas tingkah laku sosial yang diobservasi. Untuk
mencapai tujuan ini, penganut formalist cenderung mengkonstruksi model -model yang
bersifat memprediksi tingkah laku yang akan terjadi dalam berbegai latar budaya. Hal ini
berakibat terjadinya reduksi data dan fakta -fakta yang ada dilapangan.
Penganut formal lebih tertarik terhadap fakta-fakta yang relevan dengan model -model yang telah disusun
sebelumnya dan fakta-fakta yang mendukung teori ekonomi, sehingga mereka kurang
memperhatikan fakta yang khas yang muncul dilapangan.
Keempat, para penganut aliran formal ini pada dasarnya bersifat sinkronik atau
ahistoris. Dengan kata lain, ciri ini menerangkan misaln ya bila meneliti sistem pertukaran
dalam suatu sistem ekonomi, peneliti tidak akan membandingkan sistem pertukaran secara
diakronis melainkan hanya pada suatu periode tertentu saja.
Kelima, meskipun pendekatan ini bersifat analitis dan formal dalam orienta sinya,
tetapi mempunyai kecendrungan yang kuat dalam menerapkan prinsip -prinsip abstraksi
umum atau dengan menggunakan logika deduktif untuk menganalisis tingkah laku
ekonomi pada berbagai latar budaya yang berbeda.
Keenam, penganut pendekatan ini melihat gejala ekonomi pada tingkah laku
individu dan motif-motif yang mendorong tingkah laku tersebut, sehingga perekonomian
dilihat sebagai kumpulan dari pelaku -pelaku, tingkah laku dan motif -motifnya. Dengan
demikian, keberadaan sistem ekonomi tergantung atas i nteraksi antar individu, individu
yang menetukan sistem ekonomi.
Konsepsi teori ekonomi dapat diterapkan pada system ekonomi semua masyarakat
di dunia baik ekonomi masyarakat sederhana pedesaan maupun ekonomi industri. Hal ini
dapat kita lihat pada mekanisme ekonomi meliputi harga, modal, investasi, uang, dan
prinsip ekonomi meliputi maksimalisasi keuntungan, minimalisasi biaya, mengenal hokum
permintaan dan penawaran. Karena sistem ekonomi masyarakat sederhana hanya dilihat
dari perbedaan tingkat, bukan jenis, maka para penganut pendekatan formalis menyarankan
perlunya mengaplikasikan teori ekonomi formal untuk mengkaji fenomena ekonomi
masyarakat sederhana. Beberapa ahli kemudian mencoba mengaplikasikan dengan
memodifikasikan dan mengalih bahkan teori ek onomi itu sesuai dengan kondisi sosio -
kultural di lapangan. Pada kaum formalis prinsip ekonomi dapat dilakukan dimana saja
dalam masyarakat sederhana hingga yang kompleks objek kajian ekonomi formal
organisasi tenaga kerja
1. pola pembagian kerja
2. pola kerjasama dengan kelompok
8
3. pola kepemimpinan dalam kelompok
4. organisasi pranata- pranata untuk menimbun menggunakan modal dalam wujud
tanah dan peralatan produksi dan mendistribusikan hasil produksi
5. pranata social budaya diluar ilmu gaib produksi serta simboli k dalam tukar menukar
hasil produksi.
Secara umum, pendekatan formalis telah menarik beberapa kesimpulan umum
tentang sistem ekonomi masyarakat primitif dan peasant. Hal dikemukakan bahwa sistem
ekonomi masyarakat tersebut mempunyai banyak kesamaan prinsi p dengan sistem
ekonomi masyarakat Eropa (modern). Oleh karena itu sistem ekonomi masyarakat
sederhana pada dasarnya tidak jauh berbeda jenis dengan sistem ekonomi modern,
melainkan hanya berbeda tingkat. Perbedaan tingkat ini terjadi karena tingkat kemaju an
perdaban orang Eropa, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesamaan dasar
antara sistem ekonomi Eropa dengan sistem ekonomi sederhana dapat dilihat dari : (1)
mekanisme ekonomi, dan (2) prinsip ekonomi. Dalam hal ini baik sistem ekonomi mode rn
maupun sederhana sama-sama memakai mekanisme dan prinsip ekonomi yang fungsinya
sama. Mereka sama mengenal apa yang disebut sebagai kategori harga, bank, modal,
kredit, investasi, uang dan sebagainya. Mereka mempunyai prinsip ekonomis, mengenal
prinsip memaksimalkan keuntungan, meminimalisasikan biaya dan mengenal hukum
permintaan dan penawaran
Inti daripada pendekatan formalis ini adalah bagaiman a memanfaatkan sumber daya
yang terbatas dan keinginan akan kebutuhan yang banyak.
Karena sistem ekonomi masyarakat sederhana hanya dilihat dari perbedaan tingkat,
bukan jenis, maka para penganut pendekatan formalis menyarankan perlunya
mengaplikasikan teori ekonomi formal untuk mengkaji fenomena ekonomi masyarakat
sederhana. Beberapa ahli kemudian mencoba menga plikasikan dengan memodifikasikan
dan mengalih bahkan teori ekonomi itu sesuai dengan kondisi sosio -kultural di lapangan.
R. Firth (dalam Koentjaraningrat 187:1990) termasuk golongan ahli antropologi
ekonomi yang berpendapat bahwa azas -azas mentalitas manusia pada dasarnya hakikatnya
9
sama dimana-mana. Manusia dalam masyarakat sederhana, masyarakat pedesaaan atau
masyarakat industri, semua akan bereaksi dengan cara yang sama terhadap rangsangan -
rangsanagn ekonomi dan perbedaan antara mentalitas dalam masyarakat non-industri dan
masyarakat industri hanya merupakan penjelmaan lahiriah saja dari perbedaan kuat -
lemahnya, atau perbedaan susunan dari unsur -unsur mentalitas tersebut. Karena ekonomi
menurut definisi Firth adalah “… seluruh perilaku manusia dalam orga nisasi dan pranata
yang mengatur penggunaan sumber -sumber terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dalam suatu masyarakat tertentu”. Maka kita dapat memahami mengapa ia berpendirian
bahwa konsep-konsep serta teori-teori yang dikembangkan ilmu ekonomi dal am
masyarakat industri dapat juga diterapkan pada ekonomi masyarakat peasant. Namun ia
juga mengakui bahwa metodologi penelitian ilmu ekonomi tidak relevan untuk emenliti
dan menganalisis ekonomi dalam masyarakat peasant, karena metodologi ilmu ekonomi
sering menggunakan laporan-laporan ekonomi tertulis serta data statistik ekonomi secara
luas. Bahan seperti itu biasanya tidak ada dalam masyarakat ‘primitif’ peasant.
Sudut pandang Firth tersebut berkaitan dengan hasil penelitiannya pada masyarakat
Haiti. Ia melihat bahwa aktifitas perdagangan dikalangan orang Haiti dicirikan oleh adanya
kompetisi antar pedagang, dan kemahiran para pedagang untuk memasarkan dan membeli
dagangan dengan membaca perkembangan harga. Kondisi seperti itu menunjukkan bahwa
oran Haiti, yang hidup dalam tingkat kebudayaan yang berbedadengan orang barat, telah
mengenal hukum permintaan dan penawaran. Bertolak dari kondisi seperti itu Firth melihat
bahwa aktivitas ekonomi sangat tergantung dari peran -peran individu-individu dalam suatu
jaringan ekonomi. Aktivitas ekonomi di barat pun demikian juga, sehingga kajian
mengenai aktivitas ekonomi perlu memeperhatikan peran mereka dalam latar budaya.
Kelamahan pendekatan formalis terletak pada pengujian dilapangan . Pendekatan
formalis ini tidak memberikan jawaban mengapa banyak kegagalan pembangunan eknomi
di negara berkembang, dan terjadinya penyimpangan arah perkembangan ekonomi. Inilah
kelemahan pendekatan formalis. Ia mengabaikan dimensi sejarah perkembangan ekonomi.
Keengganan masyarakat petani berpartisipasi dalam perekonomian pasar, misalnya,
merupakan suatu hasil dari proses sejarah kapitalisme di dalam masyarakat negara
berkembang, masyarakat pernah merasakan penjajahan. Keengganan -keengganan tersebutsangat rasional sebagai jawaban atas kemiskinan dan bahaya dari sistem ekonomi pasar
yang tidak mengenal kasihan. Bahkan di uraikan kritik tajam terhadap pendekatan ini
B. PENDEKATAN SUBTANTIF
Pendekatan subtantif adalah hekekat, realita, kenyataan, nyata, dan sebagainya. Jadi
pendekatan subtantif artinya sudut pandang yang melihat ekonomi yang nyata sesuai
relitanya atau apa adanya yang diterapkan oleh masyarakat tertentu. Pendekatan subtantif
juga menaruh perhatian terhadap upaya untuk menghasilkan teori – teori baru yang cocok
dilapangan kecenderunagnnya ini sangat beralasan karena penganutnya tidak lagi
berurusan denagn konsep ekonomi formal meainkan ekonomi subtntif yang melihat gejala
ekonomi dari proses pemberian makna yang dilakukan manusia dalam memanfaatkan
sumber daya ekonomi.penganut pend ekatan subtantif juga penempatkan perekonomian
sebagai rangkaian dari aturan dan organisasi social dimana setiap individu dilahirkan dan
diatur dalam suatu system organisasi tersebut. Sebagai suatu system organisasi fenomena
ekonomi dalam masyarakat terika t pada system pranata dan norma – norma yang sama.
Konsepsi ini menempatkan individu sebagai pihak pasif dalam aktivitas ekonomi sebagai
suatu system menetukan bagaimana individu bertingkah laku. Misalnya pada masyarakat
Indian di Irian jaya Tokohnya melipu ti: Karl Polayi, George Dalton, Sahlin, Paul,
Bohanna, Goldman.
Sejarah perkembangan pendekatan subtantif berawal dari pengertian ekonomi yang
dikemukakan oleh ahli ekonomi formal yang berpandangan bahwa kebutuhan itu terbatas
sifatnya, kemudian lahirlah ekonomi subtantif yang berpendapat kebutuhan tidak tak
terbatas sifatnya. Ekonomi adalah cara pemenuhan kebutuhan/ pemeliharaan kebutuhan
fisik/ biologis serta social dan budaya dilakukan melalui (1) eksploitasi/ pemanfaatan
secara maksimal SDA dilakukan d enagn penerapan teknik/ teknologi local maupun modern
yang sudah diterima oleh masyarakat (2) pembagian atau kerja sama (cooperation) pun
bagian kerja paengunaan atau pemanfaatan tenaga, pola kerjasama harus diatur dengan
baik. Dalam hal ini aturan ekonomi adalah pola social dan budaya untuk mengatur dan
menentukan eksploitasi dan pemanfaatan a tau pembagian tenaga kerja.
Dalam Sairin dkk mengemukakan pandangan penganut pendekatan ini dalam
menyimak sistem ekonmi peasant. Pertama, aliran ini mengangga bahwa dalam
perekonomian peasant tidak ada lembaga yang secara eksklusif hanya melakukan aktivitas
ekonomi. Jadi di masyarakat tersebut tidak ada lembaga ekonomi seperti PT atau Bank
sebagai institusi-institusi milik sistem ekonomi kapitalis. Di masyarakat pra i ndustri
institusi yang ada adalah institusi non ekonomi yang kegiannya mengandung aspek -aspek
ekonomi. Contoh sederhana adalah keluarga, ia merupakan lembaga kekerabatan, tetapi
menjalankan aktivitas ekonomi.
Kedua, aliran menyimpulkan bahwa aturan -aturan dari organisasi ekonomi pada
perekonomian masyarakat sederhana berbeda dengan sistem ekonomi modern. Dengan kata
lain, sistem ekonomi masyarakat sederhanamerupakan sistem ekonomi yang berbeda jenis,
bukan hanya berbeda tingkat dengan perekonomian modern. O leh karena berbeda jenis itu
pula maka, teori-teori dan konsep ilmu ekonomi tidak dapat diterapkan untuk mengkaji
sistem ekonomi sederhana. Diperlukan suatu teori dan konsep baru untuk menjelaskan
sistem-sistem ekonomi sederhana yang beraneka ragam.
Ketiga, perbedaan jenis antara sistem ekonomi sederhana dan sistem ekonomi
modern terletak pada mekanisme ekonomi, institusi atau lembaga ekonomi dan prinsip
ekonomi. Mekanisme ekonomi, seprti uang misalnya, kalau pun dimasyarakat sederhana
berlaku, tetapi fungsinya berbeda. Dengan mengamati struktur dan fungsi institusi dan
prinsip ekonomi, maka perbedaan jenis semakin nyata daripada perbedaan tingkat. Pola
keterkaitan system keyakinan dan sisitem produksi. System keyakinan meliputi aturan atau
sanksi, religi, system upacara, kepemimpinan upacara social. System produksi meliputi
factor-faktor produksi berupa tanah, modal, tenaga kerja, skill atau knowledge (Proses
kerja produksi). Distribusi meliputi alokasi, excange / pemasaran, system bagi hasil (hasil
produksi). Konsumsi yaitu penjatahan pemenuhan kebutuhan, pola makan, (system social
budaya).
Pola keterkaitan pranata social dan ekonomi, pranata social meliputi garis
keturunan, system pemilihan warisan, dan system pemilihan perkawinan terkait dengan
system ekonomi yamg meliputi produksi (tanah, modal, tenaga kerja, dan skill), distribusi
(alokasi/pembagian, excange/pemasaran, bagi hasil, dan hubungan produksi), dan
konsumsi (penjatahan/pemenuhan kebutuhan, dan pola makan).
Pola makan secara budaya/keyakinan dan keterkaitan dengan ekonomi dapat kita
lihat pada masyarakat misalnya di Mexico terdapat masyarakat yang menganggap tabuh
jika memakan minggo atau srigala sebelum masyarakatnya diinisiasi atau disakralkan.
Dapat juga kita lihat pada masyarakat Amborigi n, masyarakat ini menganggap tabuh
apabila seorang wanita sebelum menstruasi mengkonsumsi burung gagak. Dan di daerah
Sulawesi sendiri terdapat masyarakat yang menganggap tabuh mengkonsumsi pisang yang
berdempetan atau bagi yang berkeyakinan/muslim akan sa ngat diharamkan untuk
mengkonsumsi daging babi.
Terdapat beberapa penganut pendekatan subta ntif yang dapat diketahui dari pikiran -
pikiran maupun kesimpulan-kesimpulan yang mereka sajikan dari hasil studi mereka
termasuk di dalamnya adalah Malinowski. Malinowski sebenarnya bukan tokoh
antropologi ekonomi. Kendatipun demikian, dari hasil studinya tentang perdagangan Kula
di Kepulauan Trobriand, menjadi dasar bagi antropolog membenarkan aliran subtantif ini.
Malinowski menemukan bahwa pertukaran benda berharga berupa kalung dan gelang pada
penduduk di Kepulauan Trobriand tidak didasari oleh motif ekonomi melainkan motif
sosial. Pertukaran ini merupakan ekspresi dasar pikiran orang Trobriand tentang pertukaran
Hadiah, yang berfungsi membina hubungan sosial yang tinggi nilainya. Pertukaran tersebut
juga merupakan aktivitas ritual, jauh dari ektivitas mencari keuntungan. Bakan kesimpulan
diperkuat lagi oleh George Dalton (dalam Keesing 202:1999) untuk mengamati fenomena
dunia kesukuan seperti halnya pertukaran pasa r (muncul dalam bentuk terbatas pada
giwwali di kalangan orang-orang Trobriand dan dikembangkan dengan lebih sempurna);
begitu juga pada penggunaan beberapa barang berharga yang berfungsi sebagai uang dalam
beberapa kasus. Di kalangan orang Trobriand tidak ada barang yang serupa mata uang.
Tetapi di bagian-bagian lain di Melanisia, barang -barang berharga dari kerang lebih
mendekati fungsi “mata uang”. Karena Tambu digunakan dalam banyak transaksi, karena
segala sesuatu yang bisadimiliki seseorang dapat dibe li atau dijual baik dengan harga mati
atau harga penawaran, dan karena tambu bisa saling dipertukarkan dengan mata uang
resmi, barang-barang berharga berupa untaian kerang ini dalam banyak segi menyerupai
mata uang barat. Namun sebagaimana dinyatakan oleh Dalton (1965), semakin periferal
fungsi pasa dalam masyarakat Melanesia dan semakin besar maknanyasebagai barang -
barang berharga untuk upacara, makin diperlukan kehatian -hatian dalam mempersamakan
“mata uang” demikian tadi dengan mata uang di dunia barat.
Pemikiran yang lebih mendalam tentang sudut pandang menganut lairan subtantif
dapat disimak dari pemikiran Polanyi, Dalton dan Sahlins. Menurut Karl Polanyi (dalam
Sairin dkk 2002:13), pembangunan pendekatan ini, sistem ekonomi pasar didominasi oleh
pertukaran pasar, sedangkan sistem ekonomi tradisional dan peasant didominasi sistem
pertukaran resiprositas dan redistribusi pasar seperti yang ia rumuskan tentang tiga macam
pertukaran di dalam masyarakat manusia :
1. Perbalasan (reciprocity)
2. Penyebaran kembali (redistribution)
3. Pertukaran pasar (market exchange) (dalam Keesing 201:1999)
Sedangkan pertukaran yang memakai prinsip pasar selalu memiliki ciri -ciri sebagai
berikut :
1. Memakai uang sebagai alat pengukur barang atau jasa yang dipertukarkan
2. Memakai harga yang diatur oleh hukum permintaan dan penawaran, dan
3. Aktivitas ekonomiyang didominasi oleh tujuan -tujuan mencari keuntungan
sebanyak mungkin dari sumber daya yang tersedia.
Sebaliknya, pertukaran yang memakai prinsip resiprositas dan redistribusi
merupakan pertukaran yang tidak bermakna ekonomis dan tujuan mencari keuntungan
komersil, tetapi bermakna sosial, yaitu membina kepentingan dan solidaritas sosial.
Menurut Polanyi, tugas ahli antropologi adalah menunjukkan karakteristik yang khas dari
setiap perekonomian, dan mengkaitkan gejala ekonomi dengan organisasi sosial dan
kebudayaan. Saran Polanyi ini sejalan dengan konsep -konsep ekonomi yang didefinisikan
sebagai proses emberian makna material. Proses ini melibatkan berbagai aspek dalam
kehidupan manusia baik aspek organisasi sosial maupun kebudayaan. Dengan memakai
makna subtantif, maka dalam mengkaji ekonomi perhatian ditujukan pada bagaimana cara
manusia untuk memenuhi kebutuhan biologis dan sosial. Makna subtantif berbicara tentang
apa yang sebenarnya bukan apa yang seharusnya. Makna formal berbicara tentang logika
rasional dalam memilih alternatif yang beragam di antara sumber daya yang terbatas.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Polanyi, Sahlins juga rupanya berpendapat
sama dengan melihat bahwa yang membedakan perekonomian barat dengan masyarakat
tradisional atau petani, terletak pada sistem pertukaran. Menurut Sahlins, dalam masyarakat
sederhana tidak ada alat pertuakaran yang secara umum dapat diterima setiap orang dalam
masyarakat itu. Kegunaan uang sangat terbatas sebagai alat tukar yang hanya dapat ditukar
dengan produk-produk tertentu dan tidakada standar nilainya. Dengan tidak adanya alat
tukar yang standar inimaka sudah barang tentu orang tidak dapat melakukan pilihan -pilihan
bersifat ekonomis. Sahlins mencontohkan bahwa sistem pertukaran dalam perekonomian
tradisional berbeda pada masyarakat modern. Dalam masyarakat tradisional, peranan
hubungan kekerabatan dan personal sangat berpengaruh terhadap bentuk pertukaran.
Dalam lingkungan rumah tangga, pertukaran yang terjadi adalah resiprositas umum, yaitu
individu saling bertukar tanpa mengharapkan suatu pengembalian yang sebanding. Kedua,
adalah pertukaran sebanding yang dilakukan individu dengan individu lainnya dalam
komunitas masyarakat tradisional. Sebaliknya, ketika masyarakat tradisional melakukan
transaksi dengan pihak luar, maka yang terjadi adala resiprositas negatif yang mengarah
pada upaya mencari keuntungan dengan mengorbankan pihak lain.
Dalton sebagai pengikut Polanyi memberikan bebera pa catatan tentang pentingnya
melihat perbedaan antara sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi sederhana. Menurut
Dalton, peneliti mungkin dapat menemukan dalam sistem ekonomi yang dapat disebut
gejala kelangkaan, bunga, uang seperti dalam ekonomi pasar. N amun demikian, peneliti
jangan menyimpulkan bahwa gejala tersebut sama fungsinya seperti yang berlaku dalam
ekonomi pasar di barat. Lanjut dalton mengatakan bahwa semua sistem ekonomi
mempunyai ciri yang sama, yaitu adanya oragnisasi yang terstruktur beser ta aturanaturannya
yang menjamin tersedianya benda material dan jasa secara terus menerus. Tugas
antropolog adalah memahami organisasi sosial dan aturan tersebut, dan setiap sistem
ekonomi ditandai oleh adanya mekanisme ekonomi seperti uang. Dalam menganalisis
ekonomi peneliti perlu memperhatikan aspek makna yang hidup dalam alam pikiran
masyarakat tentang aspek ekonomi tersebut.
Penganut pendekatan subtantif menempatkan perekonomian sebagai rangkaian dari
aturan-aturan dan oragnisasi sosial, dimana setia p individu dilahirkan dan diatur dalam
suatu sistem organisasi tersebut. Sebagai suatu sistem organisasi, fenomena ekonomi
masyarakat terikat pada sistem pranata dan norma -norma yang sama. Konsepsi ini
menempatkan individu sebagai pihak yang pasif dalam ak tifitas ekonomi karena ekonomi
sebagi suatu sistem menentukan bagaimana individu bertingkah laku. Kalau diamati lebih
lanjut, cara pandang penganut aliran subtantif mengabaikan gejala perubahan ekonomi
dalam masyarakat. Peranan inidividuterhadap perubahans istem ekonomi tidak mendapat
perhatian khusus.
Pandangan subtantif mengenai fenomena ekonomi yang memandang individu
bersifat statis juga kurang dapat diikuti. Pandangan tersebut mempunyai kejajaran dengan
konsep kebudayaan yang melihat bahwa manusia mener ima kebudayaan sebagai suatu
yang diterima begitu saja. Kal au gejala kebudayaan dipandang dari tingkat individu maka
akan terlihat bahwa tidak semua individu nempunyai respon yang sama terhadap system
social budaya yang membelenggu system ekonomi. Misalnya dapat kita lihat pada
masyarakat Tator dalam pesta kematiannya, semua biaya -biaya atau nilai ekonomi pesta
tersebut tidak diperhatikan karena sudah menganggap suatu tradisi yang mesti dilakukan.
Penganut aliran ini juga menekankan pentingnya menempatkan a ntropologi
ekonomi dalam suatu studi sistem ekonomi komparatif, yang cakupannya meliputi
deskripsi dan analisis semua sistem ekonomi, baik sistem ekonomi industri dan pra
industri, baik yang masih hidup maupun yang sudah tiada. Dengan melakukan studi
komparatifini, maka peneliti akan menemukan tentang keterbatasan hukum -hukum
ekonomi dan menemukan universalitas dari hukum -hukum tersebut. Disiplin antropologi
sebagai induk yang mengibarkan pentingnya studi komparatif untuk menarik generalisasi
empiris pun mengalami kesulitan karena studinya berurusan engan konsep lintas budaya.
Pendekatan subtantif pada akhirnya lebih menghasilkan suatu tipologi daripada
universalitas dari suatu teori.
Dalam pendekatan subtantif juga ditemukan sifat relativistik yang mengemuk akan
bahwa sistem ekonomi suatu masyarakat merupakan bagian integral dari kebudayaan
masyarakat tersebut. Akibatnya, karena kebudayaan masyarakat bersifat relatif, maka
gejala ekonomi yang terjadi pada masyarakat tersebut relatif pula. Oleh karen aitu,
penganut pendekatan ini menghendaki suatu studi komparatif dalam menelorkan teori -teori
ekonomi. Pendekatan ini menolak teori ekonomi barat karena teori ekonomi ini dibangun
dari masyarakat baratyang kebuadayaannya berbeda dengan kebudayaan suku -suku bangsa
diluar Eropa.
Dalam mengkaji ekonomi, penganut aliran ini kemudian mencoba menyelami alam
pikiran pelaku ekonomi secara induktif. Kecendrungan bersifat relativisme sejalan dengan
kecendrungan pendekatan ini bahwa gejala kebudayaan yang ditangkap merupakan s istem
makna yang ada dalam masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya.
Meskipun individu memiliki sistem kognitif yang berbeda dalam bertingkah laku ekonomi,
tetapi mereka mempunyai kesamaan pandangan tentang ekonomi, karena pandangan
ekonomi itu berkaitan dengan aspek-asek sosio-kultural yang mereka miliki. Reevan engan
pendekatan tersebut, aliran ini juga melihat perekonomian sebagai proses pemberian makna
material (ekonomi). Konseps ini mengarahkan peneliti untuk melihat gejala ekonomi buk an
pada penampilan (performance), atau barang maupun tingkah laku yang nampak, tetapi
pada pikiran-pikiran yang mendasari terwujudnya barang dan tingkah laku tersebut.
Seperti aliran formalis, menganalisis ekonomi sebagai bidang studi, tetapi perhatian
penganut aliran subtantif juga mencakup diluar ekonomi dalam arti harafiah, karena
mencakup aspek sosio-kultural yang terkait pada perilaku ekonomi. Hal ini terjadi karena
umumnya para penganut subtantif mengabaikan keberadaan gejala ekonomi yang lepas dari
aspek sosio-kultural seprti yang diperhatikan para ahli ekonomi. Mereka lebih memberikan
perhatian terhadap hubungan antara aktivitas ekonomi dengan organisasi sosial serta aspek -aspek budaya dalam masyarakat. Kecendrungan ini kiranya masuk akalkarean sesuai
dengan kenyataan di lapangan bahwa aktivitas ekonomi dalam masyarakatprimitifdan
peasant terintegrasi dengan sistem sosial dan kultur. Keadaan ini memaksa para antropolog
untuk mengkaji masalah ekonomi sekaligus pada waktu yang sama mengkaji aspek sosio kultural yang melekat pada masalah tersebut.
C. PENDEKATAN NEO-SUBTANTIF
Pendekatan ini menganggap ekonomi sebagai penguasaan barang dan jasa secara
teratur untuk memenuhi kebutuhan Bio – sosial. Ekonomi Subsistensi merupakan
pemevahan pemenuhan pokok sehar i-hari, tokohnya yaitu James Scoot tentang moral
ekonomi petani yaitu, kontimyuitas atas sumber – sumber ekomomi, distribusi resiko yang
bersifat sosial, sepenanggungan ada perasaan untuk memberi bantuan. Kedermawanan
merupakan wujud distribusi resiko sehin gga ada system Bantu membantu, patro client
jalinan kerjasama yang mapan dan kuat berfungsi sebagi pemberitahuan pada yang lemah
sehingga keselarasan dapat berjalan secara merata dan keseimbangan kepada semua
masyarakatdimana factor- factor produksi selalu terbatas sehingga perlu dijaga
keseimbangannya.
James Scott dalam bukunya yang terbit tahun 1976 berusaha untuk menerangka tata
ekonomi masyarakat peasant di Asia Tenggara dan kaitannya dengan peristiwa
pemberontakan yang lekat dengan sejarah kontemporer mereka. Sebagai langkah pembuka
bukunya, Scott menunjukkan fakta bahwa kehidupan ekonomi peasant hanyalah sedikit diatas garis subsistensi mereka. Secara tegas angka garis subsistensi itu sendiri tidak pernah
diterangkan oleh Scott, menurutnya angka terse but cenderung berbeda dari satu masyarakat
ke masyarakat lain namun berapa perbedaannya juga tetap tidak jelas, kondisi seba miskin
itu pula yang memunculkan etika subsistensi. Di mata Scott dan teman -teman satu
alirannya, desa peasant yang harmonis yang memberikan jaminan sosial bagi kelangsungan
hidup warganya, yang tampil sebagai benteng yang melindungi warganyadari ancaman
hidup di bawah garis subsistensi. Bahwa tata ekonomi peasant diikat oleh sistem moral
peasant, agar beban kerja dan rejeki terbagi s ecara merata sehingga tidak ada satu warga
desa pun yang sampai mengalami kelaparan. Scott juga percaya bahwa perilaku ekonomi
masyarakat peasant dilangsungkan berdasar prinsip dahulukan selamat. Di bawah tekanan
kemiskinan dan ekosistem yang sering banyak ulah, peasant terpaksa mengembangkan
prinsip ekonomi mendahulukan keselamatan hidup daripada mengeluarkan energi untuk
melakukan perbaikan nasib.
Dalam kondisi kehidupan yang penuh ancaman itulah peasant baru berani
melakukan inovasi, mengeluarkan investa si didalam dua kemungkinana kondisi. Pertama,
bila keamanan subsistensinya sudah terjaga dan ia yakin benar bahwa investasi tadiakan
mendatangkan hasil. Di mata pemikir ekonomi moral sistem ekonomi pasar yang
kapitalistik hadir ke hadapan kaum peasant seba gai suatu ancaman terhadap tata kehidupan
desa mereka yang komunal dan memberi jaminan subsistensi. Ketika para peasant
berbondong-bondong memasuki pasar, menjual produk pertanian dan menual tenaga kerja
hal itu terjadi, dalam pandangan ekonomi moral, akib at adanya kekuatan dari luar yang
memaksa. Kedua ketika mereka merasa etika subsistensi mereka mendapat ancaman.
Inovasi disisni termasuk melibatkan diri dalam ekonomi pasar dan melakukan makar dan
pemeberontakan. Kondisi sosial baru, sisitem pasar yang ka pitalistik, bagi kaum peasant
adalah ancaman terhadap harmoni desa dan etika subsistensi yang ada didalamnya.
Pemebrontakan kaum peasant, dalam pandangan Scott, adalah upaya untuk menghilangkan
ancaman tersebut, pemberontakan adalah upaya untuk menjaga kea manan struktur sosial
lama yang aman dan harmonis.
D. PENDEKATAN NEO-FORMAL
Pendekatan Neo Formalis atau juga biasa disebut dengan ekonomi politik adalah
aktivitas ekonomi yang berarti cara berproduksi, distribusi, dan konsumsi yang dilakukan
dengan menggunakan lembaga atau pranata-pranata sosial dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan. Salah satu tokohnya adalah S. L Popkin (Rational of Peasants).
Dalam ekonomi formal ia bersifat lepas, bebas dari hubungan institusi atau lembaga -
lembaga, sedangkan dalam ekonomi neo-formal ia mengandalkan institusi formal politik
yng dapat dikelola dalam rangka usaha -usaha ekonomi.
Ekonomi yang berkenaan dengan pendekatan neo formalis adalah the study of
alocation of source means to al ternative ends, dimana defenisi ini bersangkut paut dengan
“choice action” yaitu setrap individu menjalin relasi dengan institusi pengontrol sumber
daya yang dibutuhkan dalam rangka keuntungan/usaha -usaha ekonomi. Dalam choice
action terdapat biaya keuntungan, kwalitas skill, dan kondisi sumb erdaya. hal tersebut
harus didukung, motivasi yang tinggi, informasi yang luas, kebebasan secara luas full
emproyment.
Popkin menyatakan bahwa ketika kaum peasant melibatkan diri dalam ekonomi
pasar, menanam tanaman komoditi, atau menjual tenaga ke pasar, hal itu terjadi bukan
karena mereka merasa subsistensinya terancam (seperti yang diutarakan sebelumnya oleh
Scoot dalam tulisannya), melainkan karena mereka melihatbahwa pasar menawarkan
peluang kehidupan yang lebih baik daripada yang ada di desa. Pembero ntakan kaum
peasant bukanlahupaya resporatif untuk menjaga kelanggengan struktur sosial lama,
melainkan upaya untuk menciptakan struktur sosial baru yang lebih menguntungkan, agar
akses mereka terhadap sumber -sumber ekonomi menjadi semakin besar.
Pandangan romantis seperti yang dituduhkan Popkins terhadap Scott yang
memebawa para pemikir moral pada anggapan yang sesat mengenai desa peasant. Di mata
Scott dan teman-teman satu alirannya, desa peasant yang harmonis yang memberikan
jaminan sosial bagi kelangsun gan hidup warganya, yang tampil sebagai benteng yang
melindungi warganya dari ancaman hidup di bawah garis subsistensi. Desa peasant
menurut Popkin, sama sekali jauh dari kondisi harmonis dan penuh dengan eksploitasi.
Menurut Popkin desa-desa peasant lebih tepat dipandang sebagai korporasi, bukan sebagai
komun dan hubungan patron-klien harus dilihat sebagai eksploitasi bukan sebagai
hubungan paternal. Ketika kaum peasant samapi pada kondisi desa yang sekarang ini
mereka miliki, maka desa itu adalah desa yan g lebih baik keadaannya daripada desa
tradisional, desa mereka yang terdahulu. Dewasa ini, masyarakat peasant tinggal di desa -
desa yang bercirikan :
1. Tanggung jawab pembayaran pajak secara individual
2. Kekaburan batas desa dengan dunia luar.
3. Tidak ada atau sedikitnya larangan pemilikan tanah bagi orang luar desa.
4. Kekaburan perasaan sebagai warga desa
5. Privatisasi tanah milik
Sebagai kebalikan dar desa terbuka, dahulu kaum peasant tinggal di desa -desa
tertutup (corporate village) yang bercirikan :
1. Pajak dibayar secara kolektif sebagai tanggung jawab desa.
2. Batas yang tegas antara desa dengan dunia luar
3. Adanya larangan penguasaan lahan atau tanah sebagai hak milik pribadi.
4. Konsep kewargaan desa yang jelas
5. Tanah merupakan hak ulayat desa.
KESIMPULAN
Kajian-kajian yang luas mengenai perekonomian di tingkat global,
perekonomian negara, ketertinggalan negara -negara dunia ketiga (yang akar
permasalahannya juga adalah masalah ekonomi), proses pembuatan kebijakan oleh
pemerintah, pola perilaku konsumen, bahkan penciptaan dan inovasi produk baru
dalam proses produksi sebenarnya bisa diperdalam dan dipelajari oleh spesilaisasi ilmu
antropologi seperti antropologi ekonomi, antropologi terapan dan antropologi
perkotan.

Rabu, 09 Mei 2012

perspektif dalam sosiologi dan contohnya




Perspektif sosiologi adalah pola pengamatan ilmu sosiologi dalam mengkaji tentang kehidupan masyarakt dengan segala aspek atau proses social kehidupan didalamnya.

1.      Perspektif Evolusi
Evolusi itu sendiri diartikan sebagai perubahan sehingga jika dikaitkan dengan sosiologi yaitu menitik beratkan pada pola perubahan masyrakat dalam kehidupannya.Perpektif evolusi merupakan pandangan teoritis yang paling awal dalam sosiologi. Pandangan seperti ini didasarkan pada karya Auguste Comte, Herbert Spencer, dan Ibnu Khaldun. Para tokoh ini melihat pada pola perubahan dalam masyarakat. Mereka mengkaji masyarakat dengan menitikberatkan pada evolusinya.


Latar belakang contoh: Karena adanya suatu sistem yang mengatur kehidupan dalam berperilaku. Dan Individu tunduk pada sistem tersebut. Sistem ini hadir melaui proses evolusi yang cukup panjang dan adanya saling ketergantungan antara bagian-bagiannya. Mayarakat  juga berevolusi dengan sendirinya lepas dari kemauan dan kesadaran individu-individu.
  
Contoh: saat ini  masyarakat Indonesia menganggap bahwa makanan pokok warga negaranya  adalah nasi liwet. Maka setiap individu-individu di dalamnya akan memakan nasi liwet. Bahkan menjadikannya sebagai suatu keharusan untuk dimakan.   Proses untuk menjadikan nasi liwet ini sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Bahkan mengalami proses integrasi dan juga disintegrasi untuk akhirnya  terbentuk  kesepakatan bahwa nasi liwet adalah makanan pokok  setiap individu di Indonesia


2. Perspektif Interaksionis atau simbolik

Pandangan ini mengkaji masyarakat dari interaksi simbolik yang terjadi di antara individu dan kelompok masyarakat. Tokoh yang menganut pandangan interaksionis misalnya G.H Mead dan C. H Cooley. Mereka berpendapat bahwa interaksi manusia berlangsung melalui serangkaian simbol yang mencakup gerakan, tulisan, ucapan, gerakan tubuh, dan lain sebagainya. Pandangan ini lebih mengarah pada studi individual atau kelompok kecil dalam suatu masyarakat, bukan pada kelompok-kelompok besar atau institusi sosial.

Latar belakang contoh : Dalam contoh ini, ketika kita memaknai Kabayan sebagai orang yang kampungan, maka kita menganggap pada kenyataannya Kabayan memang adalah orang yang kampungan. Begitu pula sebaliknya.


Contoh:, dalam film Kabayan, tokoh Kabayan sebenarnya akan memiliki makna yang berbeda-beda berpulang kepada siapa atau bagaimana memandang tokoh tersebut. Ketika Kabayan pergi ke kota besar, maka masyakat kota besar tersebut mungkin akan memaknai Kabayan sebagai orang kampung, yang kesannya adalah norak, kampungan. Nah, interaksi

3. Perspektif structural Fungsional
Dalam perspektif ini, masyarakat dianggap sebagai sebuah jaringan teroganisir yang masing-masing mempunyai fungsi. Institusi sosial dalam masyarkaat mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang saling mendukung. Masyarakat dianggap sebagai sebuah sistem stabil yang cenderung mengarah pada keseimbangan dan mejaga keharmonisan sistem. Pandangan ini banyak dianut intelektual Orde Baru dalam mendukung kekuasaan pemerintah.

Latar belakang contoh: Oleh karena setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk stabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut
Contoh: Struktur tubuh manusia memiliki berbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai kelembagaan yang saling terkait dan tergantung satu sama lain.
.
4. Perspektif Konflik
            Pendekatan ini terutama didasarkan pada pemikiran Karl Marx. Teori konflik melihat masyarakat berada dalam konflik yang terus-menerus di atara kelompok atau kelas. Dalam pandangan teori konflik masyarakat diakuasai oleh sebagian kelompok atau orang yang mempunyai kekuasaan dominan. Selain Marx dan Hegel tokoh lain dalam pendekatan konflik adalah Lews Coser.
Latar belakang contoh: sebagai perjuangan memperebutkan kekuasaan yang tak berkesudahan, kelompok dominan berusaha memelihara dan mempertahankan kedudukannya; kekuatan adalah faktor terpenting dalam mempertahankan stabilitas, kekerasan mungkin diperlukan untuk memulihkan keseimbangan sosial jika keseimbangan itu terganggu. Kekerasan tidak memerlukan pembenaran moral, karena kekerasan mempunyai kualitas pembaharuan membebaskan manusia untuk mengikuti ketentuan tak rasional dari sifat bawaannya sendiri.
Contoh:
konflik antar kelompok.Perang antar kelompok dapat disamakan dengan perjuangan untuk mempertahankan hidup dan yang terkuatlah yang menang dalam kehidupan sosial. Kebencian yang besar dan yang melekat antar kelompok, antar ras dan antar orang yang berbeda menyebabkan konflik tak terelakan.